Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dualisme Kepemimpinan Partai, Pengamat Sebut Demokrat Bisa Makin Ditinggalkan

Dualisme Kepemimpinan Partai, Pengamat Sebut Demokrat Bisa Makin Ditinggalkan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, terpilih sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). Saat ini bisa dikatakan, ada dua nakhoda dalam satu partai yang sama.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menilai, dengan dua nakhoda seperti saat ini, arah politiknya bisa saja akan berbeda. Karena itu, masalah ini harus diselesaikan di internal Partai Demokrat.

Baca Juga: Pria Koboi Misterius yang Ketuk Palu KLB Demokrat Sembari Tertawa, Hei, Hei, Siapa Dia?

"Baik Ketum yang terpilih melalui KLB di Deli Serdang, maupun Ketum sebelumnya," ujar Emrus, kepada RM.id.

Untuk saat ini, lanjut dia, tiap pihak memang akan bertahan pada posisinya masing-masing. Kalau sudah begitu, yang jadi pertanyaan adalah, pihak mana yang nantinya akan mengatasnamakan Partai Demokrat dalam kontestasi-kontestasi politik.

"Baik dalam pemilihan presiden, pemilihan legislatif, atau pemilihan kepala daerah," kata Emrus.

Dualisme kepengurusan, sambungnya, juga akan berakibat buruk pada popularitas Partai Demokrat di tengah masyarakat. Bisa saja nanti publik malah meninggalkan partai tersebut.

Dia menyarankan, agar kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berdiskusi berdiskusi dengan kubu Moeldoko. Bertemu dan bertukar pandangan. Sehingga menyatukan dua pemimpin yang ada saat ini menjadi satu nakhoda.

Dari pertemuan itu, sambung Emrus, bisa saja nanti ada kepastian, apakah yang akan memimpin Demokrat Moeldoko atau AHY. Atau bisa saja dua kubu itu menunjuk satu pihak yang bisa memimpin partai. "Karena tidak baik, dalam satu partai ada dua nakhoda," ucapnya.

Untuk pemerintah, dia mengingatkan jangan sampai ada intervensi. Karena hal ini merupakan urusan internal Partai Demokrat. Jika pemerintah ikut terlibat, nanti akan dianggap memihak pada faksi tertentu. “Kecuali memang ada pihak-pihak tertentu yang melakukan tindakan melawan hukum, tentunya harus diproses secara hukum," ujarnya.

Demokrat sebagai partai yang sudah dewasa, seharusnya bisa menyelesaikan masalah ini. "Pemerintah sebaiknya juga menyerahkan penyelesaian masalah ini ke internal Partai Demokrat," tandasnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: