Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Balada JTTS, Dari Defisit Parah Kini Jadi Penyelamat Para Pejuang Rupiah

Balada JTTS, Dari Defisit Parah Kini Jadi Penyelamat Para Pejuang Rupiah Kredit Foto: Hutama Karya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hari masih pagi. Pendar matahari mulai terlihat, meski terlihat masih ‘malu-malu’ lantaran tertutup mendung yang juga belum sepenuhnya berlalu. Rintik hujan dini hari tadi masih menyisakan genangan di selokan bawah trotoar tempat Sukasman berdiri. Sebatang rokok terselip di tangan kiri, sedang tangan kanan berkacak pada pinggang sembari memandangi mobil pickup hitam yang terparkir di depannya. Di dalam kemudi, Nazir masih tertidur pulas di tengah riuh rendah Pasar Induk Kramat Jati yang ramai, meski tak seramai malam dan dini hari tadi. Dibiarkannya adik iparnya itu beristirahat sejenak, karena sejam lagi giliran dia yang bertugas mengemudi dalam perjalanan mereka pulang ke Palembang.

Bagi petani seperti Sukasman, keberadaan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) benar-benar memberikan harapan baru pada kehidupannya sekeluarga. Sebelum adanya JTTS, pria kelahiran 43 tahun silam itu mengaku hanya bisa menjual sayuran, buah dan rempah-rempah hasil kebunnya ke pasar-pasar sekitar Palembang. Paling jauh, Sukasman hanya berani membawanya ke Bakauheni untuk dibeli para tengkulak yang akan mengangkutnya ke Jawa. “Dulu nggak berani jual terlalu jauh, karena tahu sendiri dari Bakauheni ke Palembang dulu bisa sampai 12 jam perjalanan. Takut busuk. Nah kalau sekarang kita berani. Mau jalan 60 sampai 80 km per jam saja (dari Palembang) sudah sampai Bakauheni. Jadi langsung ‘hajar’ saja ke Jakarta karena nggak takut busuk,” ujar Sukasman, awal bulan ini.

Tak hanya dirinya seorang, saudara-saudaranya yang tinggal di Ogan Komering Ilir (OKI) disebut Sukasman juga turut ‘ketiban berkah’ dengan hadirnya JTTS. Menurut pria keturunan Jawa ini, dia dan ketiga saudaranya lahir dan besar di kawasan Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Selepas menikah dengan gadis asli Palembang, Sukasman pun menetap di kawasan Kertapati, Kota Palembang. “Abang Saya merantau ke Jawa, ke kampung Bapak di Cilacap dan menetap di sana. Saya di Palembang. Lalu dua adik Saya masih tinggal di OKI bareng orang tua. Mereka ini (adik-adik Sukasman) yang alhamdulillah tadinya menganggur di rumah, sekarang sudah bisa cari uang dengan jualan di rest area,” tutur Sukasman bangga.

Sri Hartinah, nama adik ketiganya, disebut Sukasman kini telah memberanikan diri menyewa lapak di rest area KM 234 A ruas Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung (Terpeka) bersama 50an pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dari kampungnya. Dulu menurut Sukasman daerah rumahnya dan sekitar rest area tersebut sangat sepi sehingga tidak strategis untuk dijadikan tempat usaha. Namun saat mendengar proses pembangunan JTTS sudah mulai dijalankan oleh PT Hutama Karya (HK) selaku owner sekaligus kontraktor ruas Tol Terpeka, Sukasman pun mendorong Sang Adik untuk memberanikan diri memulai usaha. “Saya suruh Si Tinah mulai belajar usaha. Waktu itu masih cuma tenda bongkar pasang gitu. Dia jualan makanan untuk para pekerja di proyek (pembangunan JTTS) sambil dibantu adik kami yang bungsu,” ungkap Sukasman.

Rupanya, dorongan semangat dari Sukasman kini benar-benar membuahkan hasil. Berbekal modal pinjaman sebesar Rp15 jutanya darinya dan Si Sulung yang ada di Cilacap, Tinah kini memiliki warung makan dengan omzet sekitar Rp1 juta hingga Rp1 juta per hari. Menurut Sukasman, omzet itu sudah jauh berkurang akibat adanya pandemi COVID19 yang membuat lalu-lalang kendaraan di tol dan yang mampir di kawasan rest area sedikit-banyak jadi berkurang. “Dulu bisa sampai Rp5 juta omzetnya per hari. Tapi karena ada pandemi ini berkurang banget. Cuma alhamdulillah pelan-pelan sekarang mulai membaik, jadi sekitar Rp1 juta sampai Rp2 juta sehari,” tandas Sukasman.

Multiplier Effect

Kisah Sukasman dan adiknya, Hartinah, di atas seolah menjadi pembenar bagi strategi yang dipilih pemerintah untuk terus menggenjot pembangunan infrastruktur meski pandemi COVID19 masih melanda. Data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), misalnya, menyatakan bahwa para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) seperti Sukasman dan Sri Hartinah Sang Adik, menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling terdampak oleh adanya pandemi COVID19. Sedikitnya 90 persen dari total UMKM yang ada di Indonesia mengalami gangguan dalam menjalankan usaha. Data dan fakta itu sama dan sebangun dengan catatan Bank Indonesia (BI), di mana sebanyak 72 persen pelaku UMKM terimbas dengan merebaknya virus COVID19 di Indonesia. Akibat adanya pandemi, sektor UMKM juga tercatat sebagai sektor yang paling banyak mengalami pengurangan tenaga kerja hingga gulung tikar lantaran tak mampu lagi bertahan di tengah tekanan akibat pandemi.

Dengan kondisi yang demikian, pemerintah keyakini bahwa pilihan untuk tetap menggeber pengerjaan proyek-proyek infrastruktur seperti pembangunan jalan tol, fasilitas irigasi, kawasan industri hingga smelter dan berbagai sarana infrastruktur lain bakal dapat memantik multiplier effect yang besar dalam aktivitas perekonomian sehari-hari di masyarakat. Hal itu dapat terwujud karena selain berbagai program infrastruktur tersebut merupakan program padat karya yang mampu menyerap banyak sekali tenaga kerja alias padat, hadirnya sarana infrastruktur baru itu sendiri dipastikan dapat memantik beragam kegiatan ekonomi baru bagi masyarakat di sekitar kawasan tersebut. “Multiplier effect-nya ini sangat besar, baik melalui penciptaan lapangan kerja secara langsung maupun tidak langsung, baik di saat ini maupun juga untuk jangka panjang. Karena itu meski pun di tengah pandemi, pemerintah tetap mendorong (pengerjaan proyek infrastruktur) untuk membantu meningkatkan ekonomi masyarakat yang sedang tertekan,” ujar Deputi BIdang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo, kepada media, beberapa waktu lalu.

Senada dengan Wahyu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, juga menegaskan komitmen pemerintah untuk tetap mengejar pengerjaan berbagai proyek infrastruktur di tengah pandemi COVID19. Dalam pembangunan jalan tol, misalnya, komitmen tersebut diwujudkan dengan pemberian dana Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Hutama Karya (HK) agar dapat segera merampungkan pengerjaan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Erick mengklaim sudah banyak parameter yang menunjukkan bahwa kehadiran JTTS yang menghubungkan Lampung dan Palembang telah berhasil memantik geliat perekonomian di kawasan tersebut, maupun juga perekonomian nasional secara keseluruhan. “Kita bisa lihat konsumsi listrik di daerah tersebut meningkat pesat. Itu artinya kegiatan ekonomi di sana juga turut menggeliat. Lalu tak hanya perekonomian lokal, sektor logistik, lalu distribusi barang dan jasa dari dan menuju Sumatera juga semakin baik. Arus barang juga semakin lancar. Itulah kenapa kami melihat bahwa JTTS ini menjadi salah satu kebijakan yang harus dilanjutkan,” ujar Erick.

Defisit

Komitmen pemerintah seperti yang disampaikan Erick di atas memang sangat penting dan sekaligus menjadi penyemangat bagi PT Hutama Karya (HK) sebagai owner sekaligus kontraktor JTTS. Bagaimana tidak, karena bila sedikit menengok ke belakang, beberapa bulan lalu kabar tak sedap mengenai permodalan HK yang defisit sempat menyeruak. Adalah Dirjen Bina Marga, Hedy Rahadian, yang pada Januari 2021 lalu blak-blakan mengenai pembangunan JTTS yang masih minus permodalan dari pemerintah hingga mencapai Rp60 triliun yang membuat proses pembangunan sampai terancam terhenti. “Memang setelah kita evaluasi, yang sudah berjalan memang ternyata ada defisit PMN (Penyertaan Modal Negara) yang belum bisa dipenuhi sebesar Rp60 triliun. Karena defisit PMN, maka sederhananya kalau tidak segera dipenuhi, otomatis mungkin proyek konstruksi yang saat ini berjalan akan bisa terhenti,” ujar Hedy, dalam rapat dengan Komisi V DPR RI, Rabu (27/1).

Untuk mengatasi hal ini, pihak Bina Marga disebut Hedy telah berkoordinasi dengan Kementerian terkait, termasuk diantaranya Kementerian Keuangan (Kemenkeu), untuk dapat mempercepat pencairan kebutuhan modal sebesar Rp60 triliun tersebut. Salah satunya adalah dengan segera melakukan audit terhadap pengerjaan yang sedang berjalan. Sedangkan untuk pembangunan ruas tol yang belum berjalan, Hedy menyebut pihak HK tidak bisa lagi melanjutkannya. “Karena itu kami mencoba mendukungnya dari anggaran Kementerian PUPR. Tapi untuk itu perlu ada beberapa perubahan payung hukum yang harus dilakukan, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) 117 tahun 2015,” tegas Hedy.

Terkait kekhawatiran bakal berhentinya proses pengerjaan JTTS akibat permodalan yang defisit tersebut, pihak HK pun akhirnya angkat bicara. Tak berselang lama sejak pihak Bina Marga mengeluarkan statement tersebut, pihak HK melalui Executive Vice President (EVP) Corporate Secretary, Muhammad Fauzan, memastikan bahwa sejauh ini proses pembangunan JTTS masih dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai rencana. Hal itu dapat dipastikan lantaran HK masih menerima PMN sebesar Rp6,2 triliun dari pemerintah. “Meski memang belum diketahui secara pasti berapa lama (PMN) ini bisa menopang kinerja pembangunan. Namun untuk menopang keberlangsungan proyek, kami bisa saja memanfaatkan equity dari SWF (sovereign wealth fund/pendanaan dana abadi) yang sekarang sedang dihimpun oleh pemerintah,” ujar Fauzan.

Selain memanfaatkan pendanaan dari SWF, menurut Fauzan, pihaknya juga sangat membuka diri pada setiap opsi pendanaan yang memungkinkan untuk dimanfaatkan guna memastikan agar proyek JTTS dapat berjalan sesuai target yang telah dibebankan oleh pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, misalnya, telah menyatakan bahwa proyek pembangunan JTTS harus bisa rampung pada triwulan pertama tahun 2024 mendatang. Menurut Luhut, proyek JTTS harus benar-benar dikebut karena telah masuk dalam salah satu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 yang telah disusun oleh pemerintah.

Melalui mega proyek yang nantinya secara total bakal sepanjang 2.974 km itu, Luhut menjelaskan, pemerintah ingin menekan biaya logistik sekaligus mendongkrak daya saing lewat percepatan mobilitas barang dan jasa antar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Pemerintah memperkirakan dari hadirnya JTTS yang bakal membentang dari Aceh hingga Lampung itu bakal mampu menghadirkan efisiensi kendaraan sebesar Rp2,23 triliun per tahun. Sedangkan jumlah manfaat dari keseluruhan dampak permanen keberadaan JTTS diyakini bakal menembus angka Rp769,5 triliun, jauh di atas nilai proyek pembangunan JTTS sendiri secara keseluruhan.

Karena itu, untuk mengejar target-target dan beragam tolok ukur yang telah ditetapkan oleh pemerintah tersebut, Fauzan menyatakan bahwa pihaknya sangat terbuka terhadap berbagai alternatif pendanaan yang tersedia di pasar. Beberapa opsi yang telah dipertimbangkan oleh pihak HK diantaranya melalui equity dari SWF, utang luar negeri dan juga beragam skema lain yang sekiranya feasible dan menguntungkan. “Yang jelas kami commited agar proyek (JTTS) ini dapat segera rampung karena memang dampaknya terhadap perekonomian sangat luar biasa. Saat ini saja, dengan segala tantangan dan hambatan yang ada, dampaknya sudah sangat terasa di masyarakat dan juga perekonomian. Kami berharap semoga melalui (proyek JTTS) ini, HK dapat semakin meningkatkan kontribusi nyatanya terhadap masyarakat, bangsa dan Negara yang kita cintai ini, Indonesia,” tegas Fauzan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma

Bagikan Artikel: