Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga CPO Meroket? Ini Salah Satu Pendorongnya…

Harga CPO Meroket? Ini Salah Satu Pendorongnya… Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Meroketnya harga CPO di pasar internasional sepanjang kuartal I-2021 ini membuat produsen tersenyum girang, lantaran, profit yang diterima juga semakin besar. Tingginya harga CPO tersebut menjadi momentum yang bisa dimanfaatkan produsen untuk lebih memilih mengekspor minyak sawitnya dibandingkan menjamin ketersediaan bahan baku untuk produksi FAME atau biodiesel. 

Kendati demikian, Direktur Eksekutif PASPI, Dr. Tungkot Sipayung mengingatkan, program B30 yang diimplementasikan Indonesia menjadi salah satu faktor utama yang mendorong meroketnya harga minyak sawit seperti saat ini. Tidak hanya itu, program mandatori B30 juga menjadi jangkar dari kebijakan ekonomi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan, dan sosial yang lebih besar dan dapat dinikmati dalam jangka relatif panjang (long term goals) oleh semua pihak.

Baca Juga: Kontribusi Sawit di Kalbar untuk Petani dan Perekonomian Daerah

Data mencatat, program mandatori B30 yang diimplementasikan sejak Januari 2020 lalu telah membawa manfaat seperti penghematan devisa impor solar fosil sebesar US$2,66 miliar dan penurunan emisi sebesar 22,3 juta ton CO2. Implementasi B30 juga tidak hanya berdampak pada meningkatnya harga CPO di pasar Internasional (CIF Rotterdam) yang mencapai US$954 per ton pada Desember 2020, tetapi juga berdampak pada harga rata-rata bulanan TBS yang diterima petani yakni berkisar Rp1.500 – Rp2.000 per kg. Tren harga minyak sawit yang terus meningkat juga berdampak pada kinerja emiten saham perusahaan perkebunan sawit yang positif di tahun 2020.

Besarnya manfaat yang diterima oleh pelaku industri sawit maupun Indonesia akibat implementasi B30 seharusnya dapat menjadi benteng pertahanan atas godaan ekspor yang memanfaatkan momentum tren harga minyak sawit yang cemerlang. Mengutip laman Palm Oil Indonesia, stakeholder sawit yang mencakup produsen minyak sawit, baik perusahaan perkebunan dan petani, perusahaan FAME, serta Kementerian dan Lembaga Pemerintahan terkait seperti Pertamina, Kementerian ESDM, Le Migas, dan lainnya harus semakin bersinergi dan berkolaborasi untuk mencapai target alokasi penyaluran sebanyak 9,2 juta kiloliter biodiesel pada tahun 2021.

Implikasi dari tingginya harga minyak sawit di pasar dunia menyebabkan semakin melebarnya gap antara HIP Biodiesel dan HIP Solar. Sepanjang tahun 2021, insentif biodiesel yang dikucurkan diperkirakan mencapai Rp46 triliun. Terkait hal ini, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan PMK Nomor 191 Tahun 2020 tentang perubahan besaran tarif pungutan ekspor menjadi progressive rate dengan besaran tarif pungutan yang terus meningkat seiring dengan peningkatan harga minyak sawit. Hal ini juga merupakan komitmen dan solusi untuk menjaga keberlanjutan program sawit dibawah pengelolaan BPDPKS, salah satunya melalui program mandatori biodiesel.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: