Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Catat! Penolakan Rencana Impor Garam Menguat

Catat! Penolakan Rencana Impor Garam Menguat Kredit Foto: Boyke P. Siregar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Rencana pemerintah pusat mengimpor garam sebanyak 3,7 juta ton ditentang kelompok para nelayan. Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) Witjaksono pun mengimbau pemerintah mengkaji ulang rencana impor garam tersebut.

"Kita tidak lagi berbicara kualitas garam ataupun cuaca di Indonesia. Mari kita berbicara tentang keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat kecil. Jika impor terus dijalankan bahkan ditingkatkan kuantitasnya, dipastikan masyarakat kecil yang paling dirugikan yang sebagian besar adalah warga Nahdliyin," kata Witjaksono dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/3/2021).

Baca Juga: Mbak Susi Desak Buwas Bongkar Dua Orang Menteri Jokowi yang Ngotot Pengin Impor Beras

Berdasarkan data yang dihimpun pihaknya, stok garam di petani saat ini cukup banyak. Hal ini imbas dari tidak terserapnya garam-garam tersebut di pasar. Bahkan, tiga wilayah penghasil garam nasional, yakni Indramayu, Madura, dan NTT menyatakan keresahan terkait produksi garam mereka yang tidak terserap pasar.

"Kami setelah melihat dan mendengar secara langsung dari para petani garam di Indramayu, Madura, dan NTT menyatakan keresahan terkait produksi garam mereka yang tidak terserap pasar. Bahkan, harga di petani mencapai Rp100-Rp200/kilogram. Ini tentu sangat menyedihkan," tegas dia.

Untuk itu, ia menilai wacana impor sebanyak 3,7 juta ton tak masuk akal. Pasalnya, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), produksi garam nasional ditargetkan sebanyak 3 juta ton dan kebutuhan 4 juta ton.

"Jika kita impor 3 juta ton, lalu petani mau makan apa? Anak-anak mereka mau sekolah pakai apa? Bahkan kemarin di lapangan, kita mendengar mereka memanen garam itu hanya bisa untuk membeli 15 kg beras, sangat menyayat hati," jelasnya.

Apabila impor garam tetap dilakukan tanpa melihat kondisi di lapangan, pihaknya mengkhawatirkan para nelayan atau petani garam tak mau lagi memproduksi garam.

"Jika dibiarakan terus begini, petani akan menjadi pihak yang dirugikan sehingga para petani garam melakukan alih profesi dan lahan garam berpotensi menjadi alih fungsi. Negara kita akan benar-benar tergantung impor garam, tidak berdaulat lagi pada sektor pangan nasoinal," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: