Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perlunya Dukungan Dunia Usaha dan Masyarakat dalam Mempercepat Pencapaian Herd Immunity

Perlunya Dukungan Dunia Usaha dan Masyarakat dalam Mempercepat Pencapaian Herd Immunity Kredit Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Upaya untuk mencapai herd immunity kini dilakukan oleh banyak pihak secara bahu-membahu. Antusiasme juga terlihat tinggi. Selain rumah sakit, perusahaan swasta, termasuk farmasi ikut mefasilitasi vaksinasi. Begitu pun dunia usaha ikut urung mendapat vaksin COVID-19 gratis kepada karyawannya secepat mungkin.

Hingga akhir Maret 2021, Kamar Daging dan Industri (KADIN) telah mencatat lebih dari 17.387 perusahaan pendaftar, dengan 8.665.363 orang karyawan yang ikut program vaksinasi Gotong Royong.

Menanggapi hal tersebut, Tirta Mandira Hudhi, dokter umum yang menjadi relawan memerangi COVID-19, juga setuju dengan vaksinasi gotong royong untuk membantu percepatan vaksinasi. “Tapi yang penting juga dipastikan vaksinnya bisa diperoleh dengan cepat,” katanya. Sebab yang ingin mendapatkan vaksin bukan Indonesia saja, tetapi banyak negara.

Baca Juga: Ini Ramalan Putin Soal Kapan Herd Immunity Bisa Dimiliki Rakyat Rusia

Sedangkan soal embargo vaksin COVID-19 oleh beberapa negara produsen, Tirta mendukung langkah pemerintah untuk mendesak agar pasokan vaksin tetap lancar. “Tapi saya juga memahami langkah produsen vaksin yang lebih mendahulukan kebutuhan negaranya,” ujar pemilik akun instagram @dr.tirta yang memiliki 2,2 juta pengikut tersebut.

Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Ari Fahrial Syam menyambut baik vaksin tersebut. Menurutnya langkah tersebut dapat mempercepat vaksinasi COVID-19. Dengan demikian beban pemerintah untuk memvaksinasi 181,5 juta warga menjadi berkurang. “Tapi tetap diingatkan bahwa vaksinasi gotong royong tetap harus dipisahkan dengan vaksinasi dari pemerintah,” katanya. Vaksin itu tetap harus mendapat ijin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) lewat pemberian ijin penggunaan darurat (EUA).

Upaya percepatan vaksinasinya memang tak boleh kendor. Sebab belum semua sasaran sudah divaksinasi. Sejauh ini, menurut laman covid19.go.id, per 31 Maret 2021,  jumlah orang yang sudah divaksinasi dosis pertama mencapai 8.095.717 orang, sedangkan yang sudah menjalani dosis kedua atau dosis lengkap berjumlah 3.709.597 orang. Jika ditotal, jumlah orang yang sudah divaksin sudah menembus angka 11.805.314 orang.

Angka tersebut, menempatkan Indonesia di posisi 4 sebagai negara non produsen vaksin yang sudah memvaksinasi warganya. Posisi tersebut di bawah Jerman, Turki, dan Brazil, serta di atas Israel dan Prancis.

Baca Juga: Dengar Baik-baik! Epidemiolog China Bilang Dunia Baru Dapatkan Herd Immunity di Tahun Ketiga

Di samping itu, pemerintah kini sudah mampu memvaksinasi sekitar 500.000 orang per hari. Artinya jumlah harian orang yang divaksin terus meningkat, seiring persediaan dan distribusi vaksin yang lancar. Tinggal 500.000 orang lagi, Indonesia akan memenuhi target  vaksinasi 1 juta orang per hari, seperti yang diharapkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Memang upaya vaksinasi sempat menimbulkan beberapa masalah. Seperti adanya kasus kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang menimpa 5-10% penerima vaksin di Sulawesi Utara. Namun hal tersebut sudah bisa diselesaikan, dan tinggal 4 orang yang masih dirawat.

Menurut Ari, keamanan vaksin COVID-19 tak perlu diragukan lagi. Sebab vaksin tersebut sudah beredar di masyarakat. “Mestinya aman karena vaksin itus udah mendapat EUA dari BPOM,” tuturnya. Soal efek samping yang dialami oleh penerima vaksin COVID-19 juga diantisipasi karena ada Komite Nasional KIPI. “Selain itu efek sampingnya juga tidak signifikan.” ucap Ari.

Masyarakat tak perlu ragu soal keamanan soal vaksin itu karena sejumlah public figure sudah divaksinasi lebih dulu, seperti Presiden, menteri, para pejabat negara, tokoh masyarakat dan tenaga kesehatan. Mereka tidak mengalami efek samping serius. “Hal-hal seperti itu musti diviralkan, supaya masyarakat tidak takut divaksin,” ucap dokter spesialis penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Begitu pula soal embargo, menurut Ari, pemerintah perlu segera mencari vaksin dari negara-negara produsen vaksin yang tidak memiliki kasus COVID-19 yang tinggi. Ia mengambil contoh Cina yang memiliki industri vaksin COVID-19 yang banyak, seperti Sinovac, Sinopharm, dan sebagainya. “Kita bisa minta Sinovac misalnya untuk menambah jumlah vaksin dan mempercepat pengiriman vaksin ke Indonesia,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga perlu mengantipasinya dengan vaksin lokal seperti vaksin Merah Putih. Ari berharap pemerintah mempercepat penggunaan vaksin tersebut. “Kami dari UI juga diundang dalam rapat internal membahas penelitian vaksin ini bersama lembaga-lembaga lain. Kami harap agar (vaksin Merah Putih) segera masuk ke tahap uji klinis,” katanya.

Baca Juga: Upaya Paralel Mempercepat Herd Immunity

Di luar percepatan vaksinasi, pemerintah terus meningkatkan angka pelacakan dengan antigen. Misalnya, per 31 Maret 2021 data dari covid19.go.id menunjukkan jumlah total orang yang diperiksa dengan polymerase chain reaction dan antigen swab berjumlah 8.490.864 orang – naik 45.714 orang dibandingkan sehari sebelumnya.

Menurut Tirta, vaksinasi penting namun perlu dibarengi juga dengan langkah lain. Masyarakat terus  diminta untuk menjaga protokol kesehatan yaitu menjaga jarak atau menghindari kerumunan, memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun/hadsanitizer dan air mengalir – atau dikenal dengan sebutan 3M.

“Selain dengan Program Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, pemerintah sebaiknya juga mengaktifkan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu),” pinta Tirta. Langkah edukasi pencegahan COVID-19 juga digiatkan dengan penanganan penyakit lain yang juga mendesak, seperti tuberkulosis dan stunting. “Kita harus melakukan hidup sehat dengan patuh pada protokol kesehatan”.

Tirta mengambil contoh Australia, yang memiliki kasus COVID-19 jauh lebih sedikit dibandingkan Indonesia. Padahal belum banyak warganya yang divaksin. “Mereka disiplin dengan protokol kesehatan,” tambahnya.

Ini penting karena ketaatan masyarakat menjalankan protokol kesehatan bisa mempengaruhi kasus harian COVID-19 di Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: