Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bong Chandra: Hanya 1% Investor Tersukses Dunia yang Paham dengan 4 Hal Ini!

Bong Chandra: Hanya 1% Investor Tersukses Dunia yang Paham dengan 4 Hal Ini! Kredit Foto: Instagram/bongchandra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bong Chandra, founder Triniti Land mengungkap bahwa hanya satu persen investor tersukses di dunia paham akan empat hal-hal ini. Apa itu? Dalam video YouTube yang bertajuk "1% Investor Tersukses Dunia paham hal ini!" Bong Chandra mengungkap hal itu adalah Holding Stamina, Psikologi, Hypergrowth dan Control/Impact Investor. Berikut ulasannya!

1. Holding Stamina

Holding stamina adalah saat di mana seorang investor kuat untuk menahan agar tidak menjual asetnya. Hal ini ditentukan oleh beberapa hal, salah satunya likuiditas. Jika bergabung dengan pasar yang likuid, jika pasar naik 20% pasti rasanya ingin cepat menjual. Karena bisa mendapatkan pembeli dengan sangat cepat yakni sepersekian menit, hal ini bermain dengan psikologi kita untuk mengamankan keuntungan.

Baca Juga: Dukung Investasi dan Industri Dalam Negeri, Wamendag Minta IEU-CEPA Segera Diselesaikan

Tetapi, jika sesuatu tidak memiliki likuiditas yang tidak begitu cair seperti sebuah lahan, dan ditahan selama 6 tahun, maka harganya akan naik 8x lipat. Sebuah lahan tidak semudah itu untuk dijual, tak seperti pasar modal atau uang kripto.

Jika holding stamina semudah itu dilakukan, maka mengapa hanya ada satu Warren Buffett di dunia ini? Karena, menahan investasi kita agar bertahan lebih panjang itu adalah hal yang tak mudah.

2. Psikologi

Kebanyakan investor pemula berpikir investasi adalah soal angka. Padahal, investasi juga psikologi. Jika dihadapi situasi genting yang membuat kita harus memilih mengambil risiko atau meminimalisir risiko, kebanyakan orang akan memilih mengambil risiko. Padahal, Bong Chandra mengatakan, "Biarkan pisau itu jatuh, jangan ditangkap. Carilah peluang-peluang lain,"

Kebanyakan orang secara psikologi takut akan kerugian dan justru menjadi berani saat orang lain berani. Padahal, Warren Buffett mengatakan, "Beranilah saat orang takut, dan takutlah saat orang berani,"

Karena itulah, hanya satu persen investor tersukses di dunia yang bisa mengontrol psikologi mereka dengan baik.

3. Hypergrowth

Satu persen investor tersukses di dunia selalu memahami hypergrowth. Sebagai contoh, ketika isu Gojek dan Tokopedia hendak merger, Gojek yang bervaluasi USD10 miliar dan Tokopedia yang bervaluasi USD7,5 miliar, tetapi ketika digabungkan valuasi mereka justru menjadi USD40 miliar. Satu persen investor sukses memahami hypergrowth ini. Dan hypergrowth seringkali terjadi pada perusahaan swasta.

Mengapa demikian? Hal ini karena perusahaan swasta telah mengalami pertumbuhan yang signifikan. Dari Rp100 juta ke Rp200 juta mungkin masih terbilang mudah, mulai naik dari Rp200 juta ke Rp1 miliar hingga berlanjut Rp10 miliar. Tetapi, dari Rp10 miliar ke Rp20 miliar tidak semudah Rp1 miliar ke Rp2 miliar.

Karena itu, perusahaan yang pertumbuhannya eksponensial dan baru saja IPO, pertumbuhannya bisa lebih melejit lagi. Pasalnya, kebanyakan pebisnis lebih fokus pada cashflow, padahal valuasi perusahaan juga harus dipahami oleh investor.

Jadi, investor tersukses di dunia tahu perusahaan yang eksponensial yaitu dengan berinvestasi di perusahaan swasta.

4. Control/Impact Investor

Orang-orang yang saat ini menjadi konglomerat di Indonesia, beberapa di antaranya kerap membeli perusahaan yang bermalah dan duduk di kursi dewan serta mengontrol perusahaan itu hingga perusahaan pun 'sehat' kembali. Alhasil, konglomerat ini bisa memperbaiki perusahaan dan menjual perusahaan tersebut dengan harga yang lebih fantastis.

Karena itu, ketika kita bisa berinvestasi di perusahaan swasta dengan potensi hypegrowth yang bisa kita nikmati dan kemudian kita punya kontrol untuk memperbaiki perusahaan tersebut, kita akan bisa menjadi satu persen dari investor tersukses di dunia.

Namun, tantangannya adalah tidak semua orang mempunyai akses untuk berinvestasi di perusahaan swasta.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami

Bagikan Artikel: