Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kementerian ESDM: Minyak Jelantah untuk Biodiesel Hemat Biaya 35 Persen

Kementerian ESDM: Minyak Jelantah untuk Biodiesel Hemat Biaya 35 Persen Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia merupakan negara konsumen minyak kelapa sawit paling besar di dunia yakni mencapai 16,2 juta kiloliter per tahun atau sekitar 20 persen dari total konsumsi minyak sawit dunia.

Dengan tingkat konsumsi tersebut, Indonesia berpotensi menghasilkan minyak jelantah sebanyak 3 juta kiloliter yang dapat digunakan untuk memenuhi 32 persen kebutuhan biodiesel nasional. "Potensi jelantah sebesar 3 juta kiloliter per tahun akan dapat memenuhi 32 persen kebutuhan biodiesel nasional," kata Subkoordinator Keteknikan Bioenergi Kementerian ESDM, Hudha Wijayanto dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (17/4/2021).

Baca Juga: Sinyal Positif Banyak Pihak untuk Kelapa Sawit

Lebih lanjut Hudha menjelaskan, terdapat dua prinsip utama yang harus dipenuhi apabila ingin menjadikan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel.  Pertama, kualitas minyak jelantah harus mencapai standard spesifikasi biodiesel.

Kedua, minyak jelantah harus memiliki nilai keekonomian tinggi dan dapat diimplementasikan. Engagement Unit Manager Traction Energy Asia, Ricky Amukti menuturkan, keberadaan minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel memberikan dampak positif bagi lingkungan dan kesehatan. "Minyak jelantah yang dibuang sembarangan akan berpengaruh langsung terhadap lingkungan hidup," kata Ricky.  

Ricky juga menambahkan, penggunaan biodiesel dari minyak jelantah akan menekan jumlah emisi gas karbondioksida. Selain itu, pemanfaatan minyak jelantah juga mampu menghemat biaya hingga 35 persen dibandingkan menggunakan biodiesel dari minyak kelapa sawit. Berdasarkan analisa Kementerian ESDM, biodiesel berpotensi mengurangi 91,7 persen emisi karbon dibandingkan solar, sehingga bahan bakar jenis ini dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan energi fosil.

"Jika memanfaatkan jelantah, kita tak perlu mengganti hutan dengan perkebunan kelapa sawit, yang justru berpotensi meningkatkan emisi karbon," kata Ricky.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: