Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Panas, Ali Ngabalin Vs Mustofa Nahrawardaya soal Toa Masjid

Panas, Ali Ngabalin Vs Mustofa Nahrawardaya soal Toa Masjid Kredit Foto: Instagram/Ali Mochtar Ngabalin
Warta Ekonomi -

Cara membangunkan orang untuk sahur di bulan Ramadhan melalui alat pengeras seperti toa masjid sempat viral dipersoalkan publik figur Zaskia Adya Mecca. Pro dan kontra pun muncul menanggapi polemik tersebut.

Hal ini menjadi bahasan dalam program diskusi Catatan Demokrasi tvOne dengan tema 'Mengeluh karena Toa Masjid'. Dalam salah satu sesi itu terjadi perdebatan antara pegiat media sosial sekaligus aktivis Muhammadiyah Mustofa Nahrawardaya dengan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin.

Mustofa dalam paparannya menyampaikan saat ini kondisi masyarakat di Tanah Air melahap semua platform media sosial. Ia menyinggung perlunya edukasi dari pemerintah bagi anak muda terutama remaja dalam polemik membangunkan sahur.

Baca Juga: Kemenag Tegaskan Penggunaan Toa Masjid Diatur, Bukan Buat Bangunkan Sahur!

"Jangan kemudian semua DKM diberi tanggungjawab, bagaimana pemerintah mensosialisasikan. Yang pertama itu," ujar Mustofa dikutip pada Rabu, 28 April 2021.

Dia pun menyinggung masyarakat yang meniru di media sosial. Kemudian, ia merujuk kalimat filsuf dan teolog Al Ghazali. "Maka Al Ghozali mengatakan rusaknya masyarakat itu karena penguasa, penguasa rusak karena ulama. Kan begitu," jelas Mustofa.

Mustofa dalam kesempatan itu juga menyoroti penggeledahan di eks lokasi markas Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan terkait penangkapan Munarman. Ia meminta media massa juga bisa melakukan kroscek karena belum tentu benar seperti itu.

"Kaget, kok tiba-tiba Munarman ditangkap. Munarman yang ditangkap kok yang digeledah Petamburan. Jadi, viral ke mana-mana. Padahal, belum jelas itu salahnya di mana. Masyarakat itu mudah terpengaruh oleh media sosial. Belum tentu benar padahal," ujar Mustofa.

Giliran Ali Ngabalin yang menyampaikan argumennya dengan berdasarkan sirah nabawiyah. Kemudian, ia mengibaratkan dalam persidangan itu misalnya tak ada orang yang coba memegang palu sesuka hatinya. Pun, demikian palu itu seperti sama dengan mikrofon.

"Dalam persidangan itu tidak ada orang yang coba-coba memegang palu sidang itu sesuka hatinya. Itu tertentu karena mikrofonnya ini mengeluarkan suara yang keras. Suara yang keras ini dia pakai sesuka hati," kata Ngabalin. 

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: