Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal UU No 2/2020 tentang Penanganan Pandemi, Pengamat Ingatkan Penegak Hukum

Soal UU No 2/2020 tentang Penanganan Pandemi, Pengamat Ingatkan Penegak Hukum Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi

Menurut dia, jelas bahwa pasal tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa para pejabat pengambil kebijakan pengadaan barang dan jasa sampai pada pejabat pelaksana pengadaan tidak dapat dituntut secara perdata dan pidana jika memiliki itikad baik, antara lain tidak menerima suap dan kick back dari proses pengadaan tersebut.

“Bahkan perlindungan terhadap pejabat pada Perppu No. 1 tahun 2020 diperkuat dengan pasal 27 ayat 3-nya yang menegaskan tidak dapat juga digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara," kata dia. 

Miartiko bahkan emnjelaskan lebih detil. Menurut dia, jika ada suatu kasus pengadaan barang yang dilakukan dalam kondisi darurat seperti saat ini, dengan harga tinggi dan di atas harga yang berlaku sebelum pandemi, hal itu pun merupakan kewajaran dalam kondisi kedaruratan.

“Kalau menunggu harga normal baru melakukan pengadaan, artinya korban akan jatuh bergelimpangan. Karena itu, agar tidak terjadi, harus segera dilakukan pengadaan secepatnya. Inilah esensi dari dikeluarkannya Perppu no. 1 Tahun 2020 dan UU no 2 tahun 2020,” kata dia. “Itu sangat selaras dengan adagium hukum, Salus Populi Suprema Lex Esto, atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.”

Ia mencontohkan harga masker, sebelum dan sesudah pandemi. Jika sebelum pandemi hanya berharga Rp 35 ribu per kotak, lalu manakala pandemi harganya melangit hingga mencapai Rp 500 ribu per kotak. “Bahkan saat mulai mereda pun harga untuk merek ternama tersebut hanya turun sampai Rp 150 ribu, masih jauh di atas harga normal sebelum pandemi,” kata dia. 

Artinya, jika Perppu No. 1/2020 dan UU no 2/2020 tidak diterbitkan, maka tidak ada pejabat yang berani membeli masker, walaupun benda itu termasuk barang yang amat vital dalam kondisi kedaruratan, karena dikhawatirkan dianggap terlalu mahal  dan bisa diasumsikan terjadi korupsi atau mark-up harga.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: