Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dengar Nih, Langsung dari Orang Arab, MBS Bicara Soal Wahhabisme di Arab Saudi

Dengar Nih, Langsung dari Orang Arab, MBS Bicara Soal Wahhabisme di Arab Saudi Kredit Foto: Reuters/Saudi Royal Court/Bandar Algaloud
Warta Ekonomi, Riyadh -

Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman (MBS) dalam sebuah wawancara dengan media setempat tak hanya menegaskan Alquran sebagai konstitusi. Dia juga berbicara tentang Wahhabisme di negaranya.

Seorang jurnalis media Arab Saudi, Channel 1, bertanya; "Yang Mulia, apakah Anda berkomitmen pada satu mazhab tunggal? Apakah [hanya] mazhab Syekh Muhammad Ibn Abd al-Wahhab yang harus menafsirkan Alquran dan hadits?"

Baca Juga: Mendengar Respons Iran saat MBS Getol Bawa Arab Saudi pada Perdamaian

Syekh Muhammad Ibn Abd al-Wahhab adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaaan yang menjabat sebagai mufti Daulah Su'udiyyah yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi.

Gagasannya kemudian dikenal sebagai Wahhabisme, semacam pemurnian. Mazhab ini dikenal menentang Sufisme.

Menjawab pertanyaan tersebut, Pangeran MBS berkata; "Berkomitmen pada satu mazhab pemikiran atau satu ulama sama saja dengan pendewaan manusia. Allah dan Nabi Muhammad...Allah tidak menempatkan penghalang antara diri-Nya dan manusia. Dia menurunkan Alquran-Nya, dan mengutus Nabi Muhammad mengimplementasikannya di tanah, dan ijtihad terbuka untuk selamanya."

"Jika Syekh Muhammad Ibn Abd al-Wahhab bangkit dari kuburnya, dan melihat bahwa kita berkomitmen pada teksnya, sambil mengunci pikiran kita untuk ijtihad, dengan demikian mendewakannya dan meniupnya keluar dari proporsi, dia akan menjadi orang pertama yang menentang ini," katanya.

"Tidak ada satu mazhab pemikiran yang konstan atau satu individu yang konstan. Ijtihad Alquran dan Sunnah Nabi berlanjut, dan fatwa adalah tunduk pada penilaian waktu dan tempat," ujarnya.

Pangeran MBS lantas memberikan contoh.

"Misalnya, jika seorang syekh yang terhormat mengeluarkan fatwa 100 tahun yang lalu, tanpa mengetahui apakah Bumi itu bulat atau tidak, dan tidak memiliki pengetahuan tentang benua, tentang teknologi, dan sebagainya—fatwanya didasarkan pada data dan informasi yang siap membantu dan memahami Alquran dan Sunnah. Tetapi hal-hal ini telah berubah dalam situasi kita saat ini. Pada akhirnya, Alquran dan Sunnah merupakan sumber otoritas kita, seperti yang telah saya katakan," katanya.

Jurnalis tersebut melanjutkan pertanyaannya, "Sehubungan dengan sistem status pribadi—Yang Mulia mengatakan bahwa Kode Yudisial kita tidak pantas."

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: