Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tes Wawasan Kebangsaan Penyidik KPK, NU-Muhammadiyah Kompak Menyerang

Tes Wawasan Kebangsaan Penyidik KPK, NU-Muhammadiyah Kompak Menyerang Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi -

Polemik materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) terus menjadi sorotan publik. Dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, turut angkat bicara. Keduanya pun kompak menyerang KPK.

Dari NU, yang bicara Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU Rumadi Ahmad. Dia menyebut, TWK yang diperuntukkan kepada 1.351 pegawai KPK itu, cacat etik moral. Sebab, pertanyaannya aneh-aneh, seksis, rasis, diskriminatif, dan berpotensi melanggar HAM.

Rumadi lalu membeberkan beberapa soal aneh itu. Seperti, mengapa belum menikah? Masihkah punya hasrat? Mau nggak jadi istri kedua? Kalau pacaran ngapain aja? Kenapa anaknya sekolah di SDIT? Kalau shalat pakai qunut nggak? Islamnya Islam apa? Bagaimana kalau anaknya nikah beda agama?

Baca Juga: Mengintip 3 Aspek yang Jadi Tolak Ukur dalam Tes TWK Pegawai KPK

"Pertanyaan-pertanyaan ini ngawur, tidak profesional, dan mengarah kepada ranah personal (private affairs) yang bertentangan dengan Pasal 28 G Ayat (1) UUD 1945," tegasnya.

Dari cerita-cerita pegawai KPK, ia melihat, cara, materi dan waktu wawancara yang berbeda mirip screening atau Penelitian Khusus (Litsus) untuk menyaring orang-orang yang bebas dari paham PKI di era Orde Baru. Jadi, sama sekali tidak terkait wawasan kebangsaan, komitmen bernegara, apalagi kompetensi pemberantasan korupsi.

Atas hal ini, dia meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan mengusut tes TWK penyidik KPK ini. "Saya meminta kepada Presiden Jokowi untuk membatalkan TWK terhadap 1.351 pegawai KPK," ucapnya.

Dari Muhammadiyah, serangannya lebih keras. Salah satu yang disorot adalah pertanyaan 'bersedia lepas jilbab'. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti menilai, pertanyaan itu bertentangan dengan HAM.

"Saya sangat menyayangkan kalau memang benar ada pertanyaan yang terkait dengan kesediaan melepas jilbab. Itu merupakan pertanyaan yang bertentangan dengan hak asasi dan ranah kehidupan pribadi," tegasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: