Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tekan Prevalensi Merokok, Pemerintah Perlu Terapkan Strategi Ini

Tekan Prevalensi Merokok, Pemerintah Perlu Terapkan Strategi Ini Kredit Foto: Unsplash/Rae Tian
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penerapan gambar gangguan kesehatan akibat merokok sejatinya dimaksudkan untuk menurunkan prevelensi merokok. Namun demikian cara itu dinilai oleh banyak pihak belum berhasil seperti yang diharapkan.

Untuk itu, pemerintah diminta untuk menerapkan strategi komunikasi yang berbeda agar lebih efektif. 

“Perlu strategi komunikasi secara tersegmentasi untuk mengedukasi masyarakat, karena perokok berat berbeda dengan perokok ringan. Begitu juga latar belakang usia, pendidikan dan pekerjaan berbeda karakteristiknya,” ujar Guru Besar Universitas Sahid Jakarta, Profesor Kholil, kepada wartawan.

Sebesar 29,89% edukasi memilih edukasi melalui media online, 27,42% diskusi komunikasi tersegmentasi, dan 22,47% regulasi.

Menurut Kholil, edukasi melalui bungkus rokok itu sama, padahal dari segi pemahaman, karakteristik, perilaku para perokok itu berbeda-beda. Sehingga kalau digeneralisasi seperti sekarang ini hasilnya tidak akan efektif. 

“Jadi harus dilakukan pendekatan secara tersegmentasi,” ujar Kholil.

Kholil menjelaskan strategi komunikasi bagi perokok usia 25-35 tahun perlu dengan cara meningkatkan kesadaran mengenai hidup sehat tanpa rokok, pengetahuan tentang perbedaan nikotin dan TAR, preferensi untuk memilih hidup sehat, serta aksi untuk berhenti merokok secara bertahap.

Seperti bahaya merokok, yang ditimbulkan pada TAR yang muncul karena pembakaran tembakau, kemudian menghasilkan karsinogen. 

Terkait dengan aksi untuk berhenti merokok secara bertahap, Kholil melanjutkan perokok dewasa bisa beralih ke produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik.

Sebab, untuk berhenti merokok secara langsung sangatlah sulit. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda. Namun, hal itu perlu didukung dengan penyebaran informasi akurat mengenai produk tembakau alternatif.

Sebab, sebanyak 52,4% responden mengaku belum mengetahui adanya produk tembakau alternatif yang memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok.

“Pemerintah harus mendukung keputusan masyarakat yang mencoba untuk mengurangi rokok. Hasil temuan kami menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif dapat membantu mengurangi bahaya rokok. Paling bagus tentu adalah berhenti merokok, tapi itu tidak mudah,” ungkap Kholil.  

Selain itu, strategi ini perlu diperkuat dengan dukungan dari para pemangku kepentingan agar lebih efektif dalam menurunkan prevalensi merokok.

Berbagai pihak, meliputi pemerintah, komunitas, pelaku usaha, dan media harus berkolaborasi. Semuanya harus bersatu agar bisa menyampaikan pesan-pesan komunikasi yang tersegmentasi. 

Jika pesan komunikasi antara orang tua dan milenial disamakan, maka tidak efektif,” ujarnya.

Jadi menurutnya, perlu melibatkan pakar kesehatan, tokoh masyarakat, hingga komunitas, karena pendapat mereka bisa didengar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: