Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

B30 untuk Petani Ibarat Pepatah Minang: Alun Takilek, Alah Takalam di Awak

B30 untuk Petani Ibarat Pepatah Minang: Alun Takilek, Alah Takalam di Awak Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Persoalan Pungutan Ekspor (leivy) dan B30 sejak setahun terakhir masih menimbulkan asumsi dari beberapa pihak. Padahal, kehadiran B30 Indonesia justru telah membuat mata dunia semakin terbelalak. Mengapa?

Pertama, Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang berhasil mengimplementasikan B30, sementara di negara lain hanya B7. Kedua, B30 membuat serapan domestik semakin meningkat. Ketiga, impor bahan bakar fosil solar semakin berkurang. Tidak hanya itu, implementasi B30 dan Pungutan Ekspor yang diberlakukan di Indonesia juga mampu membuat harga tandan buah segar (TBS) petani di daerah sentra sawit meningkat. 

Baca Juga: Kebijakan Mandatori Biodiesel Sawit, Apa Saja Manfaatnya?

Ketua Umum DPP APKASINDO, Gulat Manurung mengatakan, sebenarnya dunia tidak akan mampu menjauh dari sawit. Meskipun negara-negara dunia masih memproduksi minyak kedelai maupun minyak rapeseed, tetapi harga minyak nabati tersebut 9,8 kali lebih mahal daripada minyak kelapa sawit.

Tidak hanya itu, kelapa sawit juga hanya menggunakan seluas 24 juta hektar lahan dunia, sementara kedelai, rapeseed, dan bunga matahari sudah menghabiskan lebih dari 190 juta hektar lahan dunia. 

"Kalau bicara TBS, tentu kita akan bicara petani. Sebab dari 16,38 juta hektar kebun sawit Indonesia, 6,8 juta hektar, milik petani. Berarti mandatori ini telah menjaga hajat hidup sekitar 21 juta orang di dalam negeri dan menjadi posisi tawar Indonesia yang luar biasa di luar negeri," tegas Gulat.

Dari semua kenyataan tersebut, tidak salah jika mandatori B30 menjadi catatan sejarah indah Indonesia untuk menjaga harga TBS.

"Dan ingat, sekarang negara lain mengimpor CPO enggak melulu lagi untuk pangan, tapi mau membikin biodiesel. Biodiesel ini mau dijual lagi. Ibarat pepatah Minang, alun takilek, alah takalam di awak (orang baru mau mikir, kita sudah berbuat)," kata Gulat. 

Terkait Pungutan Ekspor, Gulat menjelaskan, "pungutan ini buat siapa? Untuk rakyat juga. Untuk riset, Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), pengembangan, hilirisasi dan sarana prasarana. dapat double petani. Dapat harga bagus, program Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang mengelola dana pungutan itu, pun lancar”. Oleh kedigdayaan sawit inilah, tanaman asal Mauritius Afrika inipun didapuk menjadi lokomotif ekonomi Indonesia, bahkan di masa pandemi. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: