Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Analisa Pakar Epidemiologi Bikin Begidik! Keganasan Corona Tidak Akan Melemah...

Analisa Pakar Epidemiologi Bikin Begidik! Keganasan Corona Tidak Akan Melemah... Kredit Foto: Pixabay/Cromaconceptovisual
Warta Ekonomi -

Apakah keganasan Corona bisa jinak seperti flu Spanyol? Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI), Dr Syahrizal Syarif punya jawabannya. Menurut dia, Corona tidak akan melemah, virus sialan itu akan tetap ganas.

Hal itu diungkapkan Syahrizal saat menjadi pembicara pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Rakyat Merdeka, semalam. FGD yang berjudul “Jangan Abaikan Prokes, Efektifkah Vaksinasi Atasi Covid Varian Baru” dimoderatori wartawan senior Rakyat Merdeka, Kiki Iswara. Hadir juga jajaran redaksi.

Baca Juga: Wakilnya Anies Kumandangkan Perlawanan Serius Jakarta terhadap Corona

Syahrial menjelaskan, flu Spanyol atau influenza dan Corona jauh berbeda. Menurut dia, influenza jauh lebih menular dibandingkan Corona. Tapi angka kematiannya kecil. “Masih lebih banyak angka kematian yang disebabkan flu musim dingin di berbagai negara,” terangnya.

Sedangkan Corona, tidak bisa dianggap remeh. Jumlah kematian akibat Corona tembus 2-3 persen. Artinya, jika ada 100 orang yang tertular, 3 orang bisa meninggal. “Angka itu tinggi sekali. Oleh sebab itu, kita betul-betul harus konsen dengan virus ini,” tegasnya.

Lalu apa yang bisa diperbuat untuk mengentaskan Corona? Kata Syahrial, saat ini dunia punya dua skema untuk menekan Corona: protokol kesehatan (prokes) dan vaksinasi.

Menurutnya, saat ini dunia tengah mengalami tren penurunan kasus Corona. Hal ini tidak lepas dari peran vaksin yang sudah disuntikkan 1,5 miliar dosis di seluruh dunia, dan 25 juta dosis untuk rakyat Indonesia.

Padahal, sejak November 2020 muncul varian baru di sejumlah negara seperti di Inggris, Afrika, dan India. “Ini artinya vaksin bisa mengantisipasi varian baru,” bebernya.

Perlu dipahami, varian artinya berbeda dari virus aslinya. Pada dasarnya, seluruh virus punya dua sifat utama: drifting dan shifting. Drifting berarti si virus bisa melakukan replika pada salah satu komponennya. Hasilnya, virus itu lebih mudah beradaptasi.

Sedangkan shifting lebih berat. Karena virus bisa menjadi hybird, kawin antar virus. Contohnya virus Influenza H1N1 di Meksiko yang ditemukan kawain antara H1N1 dari manusia, burung, dan babi. Membuat virus jagi lebih ganas.

Berbeda dengan kasus Corona, varian baru dari Inggris, Afrika, dan India memang terbukti lebih cepat menular, tapi keganasannya tidak ikut-ikut bertambah hebat.

 

Syahrial juga menyebut virus memiliki karakter berbeda-beda. Contohnya Corona dengan campak atau rubela. Pasien yang sembuh dari campak atau rubela, otomatis punya kekebalan tubuh permanen alias seumur hidup. Tetapi, tidak dengan virus yang pertama kali meledak di Wuhan, China ini.

“Karakter Corona, dia tidak menimbulkan kekebalan permanen. Bagi mereka yang sudah kena Corona kekebalannya paling bertahan tiga bulan. Artinya masih rentan terkena lagi. Sehingga selain prokes, harapannya adalah vaksin,” cetusnya.

Karena itu, dia meminta, pemerintah untuk menggenjot vaksinasi. Khususnya untuk lansia. Karena mereka pasti memiliki penyakit bawaan alias komorbid. Akibat adanya screening banyak lansia yang malah takut divaksin.

“Pemerintah harusnya jangan pakai screening dalam pemberian vaksin. Ini untuk mempercepat vaksinasi. Negara lain juga tidak screening,” ujarnya.

Dia juga mengimbau agar masyarakat tidak termakan isu negatif soal vaksin. Sebab, teknologi yang ada sudah semakin canggih. Tidak sulit bagi produsen, mengubah strain yang ada untuk dijadikan vaksin. Contohnya vaksin influenza yang diupdate hampir setiap tahun.

Yang menjadi kekhawatiran justru akses terhadap vaksin. Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, bahkan bisa menyetok dosis vaksin lima kali lipat dari kebutuhannya. Sementara kebanyakan negara di Afrika dan Amerika Latin, justru kesulitan mendapatkan vaksin.

“Problem utama dalam vaksin, vaksin apa saja, adalah aksesnya tidak merata. Apalagi sekarang India, sebagai salah satu produsen vaksin dunia juga membutuhkan vaksin yang banyak karena lonjakan pasien,” ujarnya.

Karena itu, dia memprediksi, Corona di negara maju bisa selesai 2-3 tahun. Sedangkan di negara pendapatan rendah Corona bisa kelar sampai 5 tahun. “Yang penting saat ini tetap jaga prokes dan vaksinasi,” tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: