Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Israel Selidiki Kasus Radang Jantung yang Terkait dengan Pfizer

Israel Selidiki Kasus Radang Jantung yang Terkait dengan Pfizer Kredit Foto: REUTERS/Michael Erman, Julie Steenhuysen
Warta Ekonomi, Tel Aviv -

Kementerian Kesehatan Israel mengatakan pada Selasa (1/6/2021) bahwa pihaknya menemukan kemungkinan hubungan sejumlah kecil kasus peradangan jantung, yang diamati terutama pada pria muda yang menerima vaksin COVID-19 Pfizer di Israel dengan vaksinasi mereka.

Pfizer mengatakan belum mengamati tingkat kondisi yang lebih tinggi, yang dikenal sebagai miokarditis, daripada yang biasanya diperkirakan pada populasi umum. Pada Selasa, perusahaan farmasi itu belum menanggapi permintaan komentar.

Baca Juga: AstraZeneca Mau Oplos Vaksinnya dengan Pfizer yang Diklaim Efektif setelah...

Di Israel, 275 kasus miokarditis dilaporkan antara Desember 2020 dan Mei 2021 di antara lebih dari lima juta orang yang divaksinasi, kata kementerian itu, saat mengungkapkan temuan penelitian yang ditujukan untuk memeriksa masalah tersebut.

Sebagian besar pasien yang mengalami radang jantung menghabiskan tidak lebih dari empat hari di rumah sakit dan 95 persen dari kasus mereka diklasifikasikan sebagai ringan, menurut penelitian, yang menurut kementerian dilakukan oleh tiga tim ahli.

Studi tersebut menemukan "ada kemungkinan hubungan antara menerima dosis kedua (dari vaksin Pfizer) dan munculnya miokarditis di antara pria berusia 16 hingga 30 tahun," kata kementerian dalam sebuah pernyataan, seperti dilaporkan Reuters.

Menurut temuan, hubungan seperti itu diamati lebih banyak di antara pria berusia 16 hingga 19 tahun dibandingkan kelompok usia lainnya.

Kelompok penasihat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat pada Mei merekomendasikan studi lebih lanjut tentang kemungkinan hubungan antara miokarditis dan vaksin mRNA, yang mencakup vaksin dari Pfizer dan Moderna Inc.

Sistem pemantauan CDC tidak menemukan lebih banyak kasus daripada yang diperkirakan dalam populasi, tetapi kelompok penasihat itu mengatakan dalam pernyataan bahwa anggota merasa penyedia layanan kesehatan harus diberi tahu tentang laporan "potensi efek samping."

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: