Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

PTM Terbatas Harus Tetap Diikuti Upaya Pencegahan Meluasnya Covid-19

PTM Terbatas Harus Tetap Diikuti Upaya Pencegahan Meluasnya Covid-19 Kredit Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas harus tetap diiringi dengan upaya-upaya pencegahan penyebaran kasus Covid-19. Pelaksanaan PTM terbatas sebaiknya tetap memperhatikan riwayat kesehatan para peserta didik dengan tidak mewajibkan mereka yang memiliki penyakit bawaan atau memiliki orang tua/anggota keluarga yang memiliki penyakit bawaan.

Studi yang dilakukan oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang telah dirilis di berbagai jurnal ilmiah pada bulan April lalu menemukan bahwa 40% anak-anak yang terinfeksi Covid-19 memiliki tingkat fatalitas/kematian yang tinggi. Mereka adalah anak-anak yang memiliki penyakit bawaan (komorbid).

Baca Juga: Prof Wiku: Kebijakan Penanganan Covid-19 Dilakukan Melalui Pertimbangan Matang

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Nadia Fairuza, mengatakan bahwa sangat dianjurkan apabila sekolah-sekolah melakukan pemetaan untuk mengidentifikasi peserta didik serta orang tua/anggota keluarga yang memiliki penyakit bawaan ini. Mereka yang teridentifikasi sebaiknya tidak diwajibkan untuk mengikuti PTM.

Di sisi lain, Kemendikbud-Ristek dan Dinas Pendidikan terkait wajib memastikan bahwa sekolah-sekolah yang mengikuti PTM terbatas harus memiliki fasilitas dan sanitasi yang lengkap dan baik. Para guru dan staf yang ada juga sudah mendapatkan vaksinasi. Jika belum terpenuhi, sebaiknya PTM terbatas tidak dilakukan. Sekolah-sekolah yang melaksanakan PTM juga wajib menerima bimbingan dari Kemendikbud-Ristek dan Dinas Pendidikan setempat terkait dengan blended learning.

"Wacana dibukanya sekolah dan penyelenggaraan kembali pembelajaran tatap muka (PTM) kembali mengemuka karena proses vaksinasi untuk para guru sudah dimulai. Namun, tidak hanya memprioritaskan vaksinasi, pemerintah perlu memperhatikan bagaimana sekolah dapat mengimplementasikan protokol kesehatan yang baik dan benar," tegas Nadia.

Ia menambahkan, walaupun vaksinasi diprioritaskan untuk para guru, sektor pendidikan tidak boleh hanya berpuas diri dengan hal ini. Faktanya, apabila pembukaan sekolah akan dilakukan, peluang penularan Covid-19 tetap ada. Selain itu, distribusi vaksin juga belum merata karena Indonesia masih akan memprioritaskan daerah-daerah yang memiliki jumlah kasus Covid-19 tertinggi. Hal ini berpotensi besar memiliki dampak pada proses vaksinasi guru dan peserta didik di berbagai daerah di Indonesia. Dapat diperkirakan bahwa perkembangan proses vaksinasi akan berbeda-beda di tiap daerah dan akan berpengaruh pada kesiapan tiap daerah untuk melakukan PTM terbatas.

"Di sisi lain, pemerintah juga perlu memperhitungkan adanya kemungkinan guru-guru yang tidak terdata dalam skema vaksinasi akibat data yang belum diperbaharui secara berkala. Oleh karena itu, Kemendikbud harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengetahui perkembangan proses vaksinasi dan membantu memberikan asistensi bagi Dinas Pendidikan yang membutuhkan," terang Nadia.

Penutupan sekolah yang sudah berjalan lebih dari satu tahun membawa berbagai dampak bagi peserta didik, seperti hilangnya kemampuan peserta didik dalam belajar (learning loss), peningkatan angka putus sekolah (school dropouts), serta penurunan kesehatan mental mereka dan juga guru. Langkah pemerintah dalam memprioritaskan para guru dalam program vaksinasi yang ditargetkan untuk 5 juta hingga Juni 2021 perlu diapresiasi sebagai salah satu langkah untuk segera membuka sekolah.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim mengumumkan beberapa waktu lalu bahwa seluruh sekolah wajib melaksanakan PTM terbatas pada tahun ajaran baru bulan Juli mendatang. Pelaksanaan PTM dianggap minim risiko penularan Covid-19 seiring dengan pelaksanaan vaksinasi bagi guru dan tenaga pendidik. Selain itu, risiko learning loss yang makin besar dianggap akan lebih sulit ditangani jika PTM tidak dilakukan sesegera mungkin.

Menurut Nadia, pelaksanaan PTM baik dilakukan di daerah-daerah yang memiliki kasus penularan Covid-19 yang relatif sedikit. Akan tetapi, harus ada kelonggaran bagi daerah-daerah yang memiliki kasus penularan yang tinggi, contohnya seperti di daerah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Riau.

"Dikhawatirkan dengan diwajibkannya PTM terbatas akan makin meningkatkan kasus positif di daerah-daerah tersebut. Proses vaksinasi untuk guru dan kepala sekolah pun harus makin digalakkan, terutama bagi daerah-daerah yang memiliki kasus yang tinggi ini. Hal ini akan dapat mendorong kepercayaan diri sekolah, orang tua, dan anak untuk melaksanakan PTM," terang Nadia melanjutkan.

Secara keseluruhan, simpul Nadia, PTM terbatas pada tahun ajaran 2021/2022 masih akan sulit direalisasikan secara masif mengingat adanya perbedaan kapasitas tiap daerah dalam mengelola proses vaksinasi guru dan tenaga pendidik, kesiapan infrastruktur untuk memenuhi protokol kesehatan yang telah disyaratkan oleh Kemendikbud-Ristek. Kemungkinan besar PTM terbatas masih akan bergantung pada keputusan dari Pemerintah Daerah sama seperti sebelumnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: