Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Megawati Disebut Hadirkan Rekonsiliasi Nasional, Tidak Ada Dendam terhadap Masa Lalu

Megawati Disebut Hadirkan Rekonsiliasi Nasional, Tidak Ada Dendam terhadap Masa Lalu Kredit Foto: Antara/Fikri Yusuf
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengukuhan gelar Profesor Kehormatan (Guru Besar Tidak Tetap) kepada Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri oleh Universitas Pertahanan (Unhan) RI dinilai sudah tepat.

Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengatakan, pengukuhan gelar itu sebagai bukti bahwa di bawah kepemimpinan Megawati selama menjadi Presiden, Indonesia bisa menghadapi krisis multidimensi. Karenanya, bangsa ini bisa bangkit dan mendapat kepercayaan baik dari dalam maupun luar negeri.

Baca Juga: Jadi Anak Megawati, Puan Ngaku: Saya Gak Pernah Bisik-bisikin Ketum Ya

"Kepemimpinan Ibu Megawati sangat kuat dan penuh tanggung jawab terhadap masa depan bangsa. Ibu Megawati diakui mampu membawa Indonesia keluar dari krisis multidimensi dan mendapat pengakuan dari dalam dan luar negeri. Selain itu, kepemimpinan Bu Mega juga menghadirkan rekonsiliasi nasional, tidak ada dendam terhadap masa lalu, dan melarang untuk menghujat Pak Harto karena kesadaran pentingnya melihat masa depan. Atas kiprah kepemimpinannya selama ini, Ibu Megawati tercatat telah menerima sembilan gelar Doktor Honoris Causa dari dalam dan luar negeri," jelas Hasto dalam keterangannya, Selasa (8/6/2021).

Hasto yang juga kini menjadi mahasiswa program doktoral di Universitas Pertahanan, memandang Megawati memiliki jejak kepemimpinan sejak menjadi anggota parlemen, Wakil Presiden, kemudian menjadi Presiden perempuan pertama di Indonesia.

Melalui keputusan Megawati pula, di era pemerintahannya melahirkan sejumlah lembaga institusi negara. Antara lain Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Saat itu diketahui, Indonesia bisa dikatakan pada masa transisi menuju sistem demokrasi.

"Ibu Megawati telah meletakkan fondasi yang kuat bagi tata negara dan tata pemerintahan dengan tradisi demokrasi yang baik. Pemilu di bawah kepemimpinan beliau, anggaran sangat efektif dan dikenal sangat demokratis," ucap Hasto.

Hasto melanjutkan, pengalamannya di eksekutif dan legislatif, Megawati diuji saat memimpin partai era Orde Baru yang penuh penindasan. Puncaknya peristiwa 27 Juli 1996. Saat ini, lanjut Hasto, Megawati membawa PDIP menjadi partai pemenang pemilu dan berhasil mengantarkan kadernya, Joko Widodo, menjadi Kepala Negara dua periode.

Hasto juga mengatakan, Megawati juga memiliki peran yang unik dalam upaya mendamaikan konflik di semenanjung Korea. Oleh karenanya, selama ini, putri dari proklamtor Bung Karno tersebut selalu diterima dengan baik oleh kedua pemimpin kedua negara tersebut.

"Kami meyakini rencana Unhan memberi gelar profesor kehormatan kepada Ibu Megawati tidaklah mendadak, tapi telah melakukan kajian sejak lama termasuk berbagai karya ilmiah dan pidato Ibu Megawati baik di dalam maupun di luar negeri," tutur Hasto.

"Ibu Megawati sering diundang di forum-forum internasional menjadi pembicara kunci. Kehadiran beliau di forum internasional dan gelar doktor kehormatan yang diberi merupakan bukti pengakuan akademik dalam kepemimpinan strategik," sambung Hasto.

Sebelumnya, Rektor Unhan, Laksamana Madya TNI Prof. Dr. Amarulla Octavian menerangkan bahwa pada hari Jumat pekan ini, gelar Profesor Kehormatan kepada Megawati dilakukan melalui sidang senat terbuka Universitas Pertahanan.

Adapun gelar Kehormatan (Guru Besar Tidak Tetap) itu terkait Ilmu Pertahanan bidang Kepemimpinan Strategik Fakultas Strategi Pertahanan Universitas Pertahanan RI kepada Megawati Soekarnoputri. Pemberian gelar itu, lanjut Octavian, tidak terlepas dari kepemimpinan Megawati dalam menghadapi krisis multidimensi selama masa dia memerintah sebagai presiden.

"Unhan RI mencatat keberhasilan Megawati saat di pemerintahan dalam menuntaskan konflik sosial seperti penyelesaian konflik Ambon, penyelesaian konflik Poso, pemulihan pariwisata pasca-Bom Bali, dan penanganan permasalahan TKI di Malaysia," katanya.

"Ibu Megawati menjadi presiden pertama perempuan di negara kita. Di era Ibu Megawati, pertama kalinya diselenggarakan pemilihan umum legislatif dan presidensial secara langsung," sambung Octavian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: