Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kepentingan Berbeda, Pro dan Kontra Zero ODOL Akan Tetap Ada

Kepentingan Berbeda, Pro dan Kontra Zero ODOL Akan Tetap Ada Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Asisten Deputi Bidang Logistik Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Erwin Raza, mengatakan bahwa pro dan kontra penegakan bebas ODOL (Over Dimension and Over Loading) akan tetap ada karena kepentingan berbagai pihak yang berbeda.

"Ada kepentingan dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub), untuk membenahi sektor transportasi jalan. Kemudian ada kontra dari sisi pelaku bisnis," ungkap Erwin pada diskusi virtual, Kamis (10/6/2021).

Baca Juga: Kemenko Perekonomian: Zero ODOL Diundur ke 2025 Pun Pelaku Usaha Belum Tentu Siap

Erwin memaparkan beberapa poin yang menjadi pro dan kontra dalam perdebatan implementasi kebijakan bebas ODOL 2023 ini.

Pihak yang mendukung kebijakan ini menganggap ODOL merupakan pelanggaran hukum karena kendaraan kelebihan muatan dan dimensi. Tidak hanya itu, ODOL menyebabkan kerugian pada banyak aspek.

Misalnya, tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh buruknya kinerja truk ODOL serta besarnya kerugian akibat kerusakan jalan mencapai Rp43 triliun per tahun. Padahal, anggaran sebesar itu dapat dialokasikan untuk keperluan lain seperti pembangunan jembatan dan sebagainya.

Kemudian, Indonesia merupakan negara satu-satunya di ASEAN yang masih belum menyelesaikan persoalan ODOL. Padahal, operator logistik telah diberikan waktu yang panjang, sejak 2017, untuk melakukan normalisasi armada ODOL.

Di sisi lain, pihak yang menentang kebijakan ODOL biasanya berasal dari sisi pelaku industri. Pandemi Covid-19 mengakibatkan kinerja sebagian besar produksi industri menurun drastis. Sementara, kebijakan ODOL ini dinilai akan makin memperburuk kondisi finansial perusahaan.

Selain itu, pengurangan muatan dan kenaikan harga jual barang menyebabkan biaya logistik mengalami kenaikan hingga 50-60 persen. Hal tersebut menyebabkan beban para pelaku usaha makin membesar.

Meskipun begitu, Erwin tetap menganggap bahwa ODOL merupakan suatu pelanggaran hukum. "Ini adalah kelebihan muatan dan dimensi yang melanggar hukum dan harus kita cari solusinya," tuturnya.

Erwin menegaskan harus ada sinergi yang baik dari seluruh pihak agar kebijakan bebas ODOL ini dapat terimplementasikan dengan baik.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: