Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah dan Industri Perlu Duduk Bersama Bahas Waktu Tepat Penerapan Zero ODOL

Pemerintah dan Industri Perlu Duduk Bersama Bahas Waktu Tepat Penerapan Zero ODOL Kredit Foto: Medium

“Apabila penyesuaian belum dapat dilaksanakan dan kondisi industri masih belum membaik atau bahkan kembali memburuk,  maka dapat dipertimbangkan untuk melakukan penyesuaian kembali waktu pemberlakuan kebijakan Zero ODOL secara penuh,” katanya. 

Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Direktur Eksekutif APINDO Danang Girindrawardana di acara yang sama. Dia mengatakan pemerintah tidak bisa jalan sendiri meregulasi sesuai dengan keinginannya tanpa melibatkan private sector guna untuk mendengar apa permasalahan yang mereka hadapi. 

Pelaku industri dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) yang diwakili Agung Wibowo dan Rachmat Hidayat dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) menyampaikan bahwa pada prinsipnya industri tidak menolak Zero ODOL. Hal itu terbukti bahwa industri telah mulai mempersiapkan diri menuju terwujudkan Zero ODOL itu. Tapi, mereka meminta agar penerapan Zero ODOL ini dilakukan pada awal 2025 mendatang. Hal itu mengingat industri saat ini lagi berbenah dulu untuk pulih kembali dari situasi yang terpukul karena pandemi Covid-19.    

Di acara yang sama, Guru Besar Fakultak Teknik UGM yang juga Ketua Tim Teknis Penyusun Kajian Indonesia Menuju Zero Odol, Sigit Priyanto, mengatakan penerapan kebijakan Zero ODOL yang persis dengan di Indonesia itu tidak ada. “Di kita itu, penerapan Zero ODOL disertai masalah pandemi. Kalau di negara lain kan penerapan Zero ODOL itu dilakukan pas tidak ada pandemi dan mereka mungkin solusinya lebih mudah,” tukasnya. 

Dia juga mengakui bahwa studi kajian Indonesia Menuju Zero ODOL yang dibuatnya bersama rekan-rekan dosen di UGM itu dilakukan sebelum terjadi Covid-19.  “Jadi, waktu itu kita mengusulkan penerapan Zero ODOL pada 1 Januari 2023, dengan mempertimbangkan bahwa dalam 2 tahun ke depan itu kondisi ekonomi kita stabil. Kita kan tidak bisa memprediksi kondisi Covid ini akan terjadi dan sampai kapan, apakah akan lebih memburuk lagi atau membaik, dan kelihatnnya memburuk,” tuturnya.

Dia mencontohkan kasus Garuda Indonesia, dimana mereka pada 2020 mengatakan optimis bahwa di 2021 akan membaik. “Tapi ternyata kondisi penerbangan itu kan semakin buruk karena tidak menduga ada pandemi,” katanya. 

Jadi, dia pun mengusulkan agar Kemenhub perlu mengkaji kembali usulan-usulan industri dengan bukti-bukti otentik yang bisa untuk dipertanggungjawabkan. “UGM itu sifatnya studi, tentunya berdasarkan fakta-fakta yang ada. Dan ini juga tidak menutup kemungkinan untuk studi itu di-review karena perkembangan yang terjadi saat ini,” ujarnya. 

Dia menegaskan bahwa Zero ODOL itu untuk kebutuhan bersama dan permasalahan bersama. “Jadi, mari kita selesaikan ini bukan sebagai suatu paksaan, tapi kesadaran,” katanya.  

Sementara, Asdep Pengembangan Logistik Nasional Kemenko Perekonomian, Erwin Raza, dan Direktur Prasarana Transportasi Jalan Kementerian Perhubungan, Risal Wasal, meminta industri untuk tetap mempersiapkan diri menuju Zero ODOL pada awal 2023 mendatang. Menurut mereka, jika industri tidak mulai menjalankannya, maka tidak bisa terlihat apa yang menjadi kekurangan dari kebijakan ini. 

Erwin sendiri mengakui sulit bagi pemerintah untuk menerapkan Zero ODOL ini  tanpa memberatkan industri. “Jadi, marilah kita jalankan dulu perlahan-lahan kebijakan ini sambil kita evaluasi,” katanya.  

Hal senada juga disampaikan Risal agar indsutri menjalankan dulu kebijakan ini supaya bisa terlihat apa yang menjadi kekurangannya. “Saya mengajak agar industri mempersiapkan diri dulu sehingga kita bisa mengevaluasi kekurangan-keurangan dari kebijakan ini nantinya,” ujarnya.  

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: