Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Beda Respons dengan Luhut, Pakar 'Kasih Jempol' ke Ganjar Pranowo

Beda Respons dengan Luhut, Pakar 'Kasih Jempol' ke Ganjar Pranowo Kredit Foto: Perpustakaan Nasional
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejak libur Lebaran, kasus Covid-19 terus menanjak. Hampir menembus 2 juta. Kalau main salah-salahin, siapa yang paling layak disalahkan? Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), Luhut Binsar Pandjaitan bilang, ini salah semua pihak. Sementara Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo meminta dirinya yang disalahkan.

Luhut menyebut, kenaikan jumlah kasus corona karena kesalahan seluruh pihak yang tak menaati larangan mudik. Menko Kemaritiman dan Investasi ini pun minta semua pihak untuk refleksi diri. "Inilah kesalahan kita ramai-ramai," ucapnya, dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (15/5).

Baca Juga: Mas Ganjar Sorry, Peluang Anda Diusung PDIP Makin Tipis, Anak Bu Megawati Semakin Dielu-elukan

Luhut menegaskan, Pemerintah sudah berkali-kali mewanti-wanti agar masyarakat tidak mudik dulu di Lebaran kemarin. Namun, masih banyak masyarakat yang bandel. Mereka memaksakan tetap mudik dibanding diam di rumah. "Pemerintah sudah minta habis-habisan supaya kita stay at home, tidak mudik. Tapi, kita tetap ramai-ramai. Ini buahnya. Jadi, semua kita harus melakukan perenungan," ucapnya.

Luhut tidak hanya menyentil masyarakat yang nekat mudik, tapi juga elite. Dia menyebut, ada elite yang tidak memberikan contoh baik dalam penanganan Covid-19. Namun, dia tak merinci elite yang dimaksud.

"Kalau kita sebagai pemimpin tidak memberikan contoh, ini dampaknya seperti sekarang ini. Banyak korban yang tidak kita sadari, langsung atau tidak langsung akibat kelakuan kita sendiri," ujarnya.

Sikap berbeda ditunjukkan Ganjar. Dia tampil bijak menyikapi ledakan kasus Covid-19 di Jateng. Sosok yang disebut-sebut lembaga survei sebagai kandidat potensial capres 2024 itu, meminta disalahkan atas lonjakan kasus Covid-19.

Sikap ini lebih khusus disampaikan Ganjar karena ada dua warga Kudus yang meninggal akibat Covid-19. Sebelumnya, kedua warga Kudus itu ke Asrama Haji Donohudan, Boyolali, untuk menjalani isolasi. Namun, dalam proses isolasi, mereka meninggal dunia.

"Kalau ada yang meninggal, harus ada yang disalahkan. Maka, saya bilang, salahkan saya. Saya yang bertanggung jawab," ujar Ganjar dalam webinar bersama Keluarga Alumni UGM Yogyakarta (Kagama), kemarin.

Politisi PDIP ini menerangkan, keputusannya mengirim warga ke Asrama Haji itu karena Kudus tidak punya isolasi terpusat. Dia mengakui, ada sedikit paksaan kepada warga Kudus yang positif Covid-19 agar mau dijemput TNI-Polri dan dibawa ke isolasi terpusat di Asrama Haji Donohan.

"Kalau kita membiarkan orang isolasi di rumah itu saja, sama dengan menyebarkan penyakit dengan sukarela. Maka, kita sedikit represif," akunya.

Ganjar pun meminta masyarakat dan Pemerintah Daerah saling membantu dan menjaga satu sama lain demi mencegah penyebaran virus corona. Protokol kesehatan 5M dan 3T harus dilakukan dan ditingkatkan. "Mohon maaf, supaya tidak banyak yang meninggal, dan bisa tertangani secepatnya," imbuhnya.

Komunikolog Emrus Sihombing mengapresiasi sikap Ganjar yang rela disalahkan masyarakat. Menurutnya, hal itu merupakan salah satu ciri pemimpin yang baik. "Pemimpin memang seharusnya begitu. Tidak menyalahkan orang lain," katanya, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Sementara, untuk sikap Luhut yang menyalahkan semua pihak, Emrus menganggapnya sebagai pola komunikasi yang salah. Pola komunikasi itu takkan berhasil mengubah perilaku masyarakat. Yang timbul justru penentangan.

Emrus menjelaskan, penanganan Covid-19 itu, utamanya di hulu. Yaitu, menumbuhkan kesadaran, membentuk sikap, dan perubahan perilaku menaati protokol kesehatan. Semua hal itu bisa dicapai dengan komunikasi yang baik. "Kalau kita bicara hierarchy of effect, itu persoalan komunikasi. Kalau masih ada yang belum taat, artinya komunikasi Pemerintah lemah untuk menyadarkan masyarakatnya," terangnya.

Dia menyarankan, pemerintah harus melakukan evaluasi komunikasi publik. Selama ini, komunikasi pemerintah lemah sehingga banyak masyarakat yang belum mematuhi protokol kesehatan. "Kalau masyarakat masih juga mudik ataupun berkerumun, artinya ada komunikasi yang salah dan belum pas," cetusnya.

Dia juga kasih saran, Pemerintah merangkul pakar komunikolog, psikolog, ataupun sosiolog dari berbagai daerah untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat. Dengan begitu, keinginan Pemerintah bisa diterima dan dilakukan dengan baik oleh masyarakat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: