Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rizal Ramli Sebut Pemerintah Tak Paham Solusi Bayar Utang: Masih Terjebak Pola Lama

Rizal Ramli Sebut Pemerintah Tak Paham Solusi Bayar Utang: Masih Terjebak Pola Lama Kredit Foto: Instagram Rizal Ramli
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonom senior Rizal Ramli memberikan tanggapan terkait rencana kebijakan pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui acara Youtube Karni Ilyas Club, Sabtu (12/6/2021).

"Prihatin sekaligus kaget. Memang pemerintah lagi panik, kesulitan likuiditas, penerimaan pajak negara. Tapi kok bisa-bisanya mau kasih tambahan pajak PPN ke sembako, pendidikan, dsb. Mohon maaf ini sih sudah zalimlah," ujar Rizal Ramli atau yang akrab disebut RR.

Baca Juga: Gak Habis Pikir Sembako Kena Pajak, Rizal Ramli Ketus: Kayak Kehilangan Akal

Menurut RR, masalah utama keuangan negara adalah kewajiban bayar bunga utang senilai Rp273 triliun untuk satu tahun di luar utang pokok. "Kenapa? Karena selama ini selalu pinjam dengan bunga dua persen lebih tinggi dari seharusnya," lanjutnya.

RR menceritakan, saat dia menjabat sebagai Menko Perekonomian di bawah kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dia menggunakan solusi tukar utang dengan utang untuk menyelamatkan keuangan negara.

"Waktu itu sama Jerman. Saya sediakan 300 ribu hektare hutan di Kalimantan untuk konservasi, sedangkan Jerman potong utang Indonesia sebesar US$600 juta," jelas RR.

Mantan Menko Kemaritiman tersebut juga menceritakan bahwa dirinya pernah menukar utang berbunga besar dengan utang berbunga murah dengan Kuwait. Bahkan saat itu, Kuwait rela membangun jembatan layang di Bandung secara gratis sebagai ungkapan terima kasih kepada Rizal.

"Jadi kalau kita inovatif, out of the box, banyak kok solusi soal utang ini. Saya sudah ngomong di media sosial, tapi mereka tidak mengerti. Mereka terikat dengan pola lama," tukasnya.

Kemudian, dia juga mengomentari rencana pemerintah yang akan menaikkan Pajak Penghasilan (PPh) menjadi 35 persen. Menurutnya, cara tersebut justru akan menyebabkan capital outlook ke luar negeri.

"Di Singapura, PPh itu hanya 17 persen. Jadi, orang yang punya transaksi US$5 juta akan lakukan semua transaksinya di Singapura, hanya modal kerja yang ditransfer ke Indonesia. Justru langkah ini akan menyebabkan capital outlook ke luar negeri," kritik Rizal.

Dia menyarankan, jika pemerintah ingin menaikkan pajak, akan lebih baik jika dimulai dari capital game. "Orang spekulasi di pasar modal itu kan pajaknya nol persen, coba kalau itu kita pajakin 10 persen. Kemudian, kalau mau dipajakin, coba warisan dan sebagainya," ungkapnya.

Akan tetapi, lanjutnya, pemerintah hingga saat ini belum mampu menyelesaikan perkara utang negara. Justru malah membebani pemasukan negara ke rakyat kecil. Dia memandang keputusan tersebut sebagai ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan masalah.

"Mereka bukannya menyelesaikan masalah, justru malah membuat masalah baru," kritiknya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: