Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengapa Hukum Internasional Sangat Lemah dalam Tangani Israel-Palestina? Ini Jawaban Pakar

Mengapa Hukum Internasional Sangat Lemah dalam Tangani Israel-Palestina? Ini Jawaban Pakar Kredit Foto: Instagram/Israel
Warta Ekonomi, Sleman -

Konflik Palestina dan Israel tidak kunjung usai. Konflik berlanjut dan semakin memanas dengan adanya sengketa di wilayah Sheikh Jarrah. Warga Palestina terancam dari tempat tinggalnya sampai Mei 2021 lalu terjadi gencatan senjata.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana menilai, ada banyak faktor yang dapat diamati. Salah satunya peran hukum internasional yang masih saja belum maksimal dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel.

Baca Juga: Intelektual Palestina Ungkap Kekhawatiran Ketika Bennett Gantikan Netanyahu, Inilah Alasannya!

"Hal ini dikarenakan hukum internasional hanya dijadikan sebagai alat legitimasi oleh berbagai pihak, bukan dijadikan panduan berperilaku," kata Hikmahanto dalam webinar yang digelar SAIL dan FPCI Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII).

Maka itu, penggunaan hukum internasional dalam masalah Palestina dan Israel ini bukan jadi solusi terbaik karena akan menimbulkan banyak keuntungan bagi Israel. Dari konflik terakhir, ada tiga hal pokok yang menjadi pemicu konflik terjadi.

Pertama, Israel mengambil wilayah Palestina. Kedua, Israel mengirim warganya untuk menempati tempat-tempat di wilayah Palestina. Ketiga, ada perselisihan antara Israel dan Palestina dalam hal perebutan-perebutan tanah di Palestina.

Untuk mencari solusi dapat dilakukan dengan mengetahui makna kemerdekaan bagi pemimpin Palestina yakni Hamas dan Fatah. Pertama, makna merdeka menurut Hamas rakyat Palestina sudah menguasai tanah Palestina sebelum Inggris ke luar.

Ini menunjukkan Hamas ingin Palestina bebas secara keseluruhan dari pengaruh dan penjajahan Israel di tanah Palestina. Kedua, makna merdeka menurut Fatah wilayah yang ditempati oleh rakyat Palestina ini dibebaskan dari pendudukan Israel.

"Indonesia condong kepada gagasan two state solution. Meski demikian, ini hanya bisa dilakukan jika ada kesepakatan antara Hamas dan Fatah, Israel dan AS sebagai negara adikuasa pendukung Israel yang juga memiliki hak veto di PBB," ujar Hikmahanto.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: