Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Insurtech Ada, Literasi Tinggi, tapi Inklusi Rendah? Ini Alasannya

Insurtech Ada, Literasi Tinggi, tapi Inklusi Rendah? Ini Alasannya Kredit Foto: BRI Insurance
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penggunaan produk asuransi di Indonesia masih berada di angka yang sangat minim. Tingkat penetrasi asuransi di Indonesia sendiri masih di bawah negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.

Data Otorisas Jasa Keuangan (OJK) menunjukan, di tahun 2020 penetrasi asuransi di Indonesia berada di angka 2,92%. Dengan perkembangan zaman, pelaku dalam industri telah berkembang dengan memanfaatkan teknologi. Namun rupanya, meski literasi sudah tinggi, angka inklusi asuransi masih tergolong rendah.

Baca Juga: Surge Kembangkan Layanan Asuransi, Bidik UMKM

CEO BRI Insurance, Fankar Umran, menyebut, kurangnya penetrasi asuransi di Indonesia tak lepas dari stigma negatif asuransi sendiri.

"Banyak yang komplain dari sisi klaim, artinya stigma negatif dibentuk dari banyaknya klaim," ujarnya dalam webinar "Mendorong Literasi Keuangan Digital Asuransi Indonesia Sebagai Upaya Peningkatan Penetrasi dan Inklusi Keuangan", Rabu (30/6/2021).

Menurut Fankar, permasalahan dalam klaim sering terjadi ketika proses pengajuan klaim. Fankar mengatakan, sering kali masyarakat tak paham mana bentuk kejadian yang ditanggung oleh asuransi sehingga sering kali ini menjadi masalah ketika proses pengajuan klaim.

Presiden Direktur Sinarmas MSIG Life, Wianto Chen, mengatakan bahwa penetrasi asuransi yang masih rendah meski sudah banyak insurtech yang muncul, menunjukkan ketidaksiapan soal regulasi. "Di luar itu, regulasi tentang asuransi lebih maju," ujarnya.

Selain itu, beberapa hal yang membuat orang cenderung enggan membeli produk asuransi adalah syarat dan ketentuan, serta kualitas pemasaran. Menurut Wianto, syarat dan ketentuan produk asuransi umumnya terlalu berbelit-belit.

"Bahasanya rumit, bahasa hukum. Tulisannya kecil-kecil. Jadi orang malas," katanya. Kualitas pemasaran produk asuransi di Indonesia sendiri menurut Wianto terlalu terburu-buru.

Ketua Bidang Komunikasi dan Marketing Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Wiroyo Karsono, mengakui banyak hal yang membuat penetrasi asuransi masih rendah. Ungkapnya, asosiasi saat ini sedang berusaha membuat dobrakan baru untuk mengubah persepsi masyarakat tentang asuransi. Salah satunya dengan membuat asuransi terlihat lebih simpel.

"Bagaimana nasabah merasa asuransi itu perlu, fun, dan menarik. Jadi jangan sampai oversell," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: