Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Marak Pembajakan Buku: Penulis dan Penerbit Rugi, Pemerintah Tidak Bisa Melindungi

Marak Pembajakan Buku: Penulis dan Penerbit Rugi, Pemerintah Tidak Bisa Melindungi Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pembajakan buku makin marak terjadi di Indonesia. Content Manager Gramedia Digital, Bagus Adam, menyatakan bahwa pembajakan buku kini sudah menjadi sebuah industri besar karena pelakunya bukan lagi perseorangan.

"Industri pembajakan ini kita tidak boleh bilang sesuatu yang dimainkan perorangan karena ini memang suatu industri besar," ujar Bagus dalam webinar yang diselenggarakan Perpusnas RI, Kamis (1/7/2021).

Baca Juga: Kembali Setelah Hiatus Panjang, Ria SW Rilis Buku Terakhir Seri Off The Record

Bagus menjelaskan, berdasarkan hasil riset Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), sebanyak 11 penerbit di Indonesia mencapai kerugian hingga Rp116,06 miliar pada 2019 akibat maraknya buku bajakan. Kemudian, sekitar 75 persen penerbit menemukan buku-bukunya telah dibajak.

"Salah satu tantangan terbesar di industri kreatif adalah pembajakan," tuturnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, pemasaran daring membuka ruang yang sangat besar bagi peredaran buku bajakan. "Kalau lihat peredarannya di online paling gede. Premisnya kan kalau online itu semua gratis," tukasnya.

Kemudian, dia menyayangkan pemerintah memiliki regulasi yang terkesan melindungi para pelaku pembajakan melalui Surat Edaran Menkominfo Nomor 5 Tahun 2016 tentang Batasan dan Tanggung Jawab Penyedia Platform dan Pedagang (Merchant) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Electronic Commerce) yang Berbentuk User Generated Content.

"Dalam tanda petik juga, pemerintah tanpa sadar melindungi toko-toko bajakan karena mereka punya UU yang marketplace tidak bisa disalahkan kalau ada buku bajakan yang dijual di sana," tambahnya.

Oleh sebab itu, para penerbit hanya bisa melakukan negosiasi dengan marketplace mitra mereka untuk menutup toko yang menyediakan buku bajakan. "Tapi mereka juga tidak melarang kalau ada toko baru yang jual buku bajakan. Jadi, kita harus pintar-pintar mencari tahu," jelas Bagus.

Selain itu, Bagus melanjutkan, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 yang mengatur pembajakan menyebut bahwa pembajakan termasuk delik aduan sehingga pengarang dan penerbit harus melaporkan terlebih dahulu jika menemukan buku yang dibajak.

"Kalau kita harus bikin laporan dulu, enggak kerja-kerja kita karena sibuk bikin laporan," kata Bagus.

Bagus mengungkapkan saat ini pihaknya mendorong secara perlahan untuk meningkatkan kesadaran bahwa industri ini bukan merupakan industri gratisan. Salah satu caranya dengan menyediakan platform membaca digital, yaitu Gramedia Digital, dengan harga paket yang terjangkau dan dengan beragam macam promo.

"Kami juga belajar dari Spotify yang murah dan tidak repot download, jadi kita coba juga dengan buku. Jadi komunitas yang suka buku bisa terpuaskan dan bisa terakomodasi. Karena kalo semua gratis, nanti teman-teman pengarang dan penerbit dapat duit dari mana," terangnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: