Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Amerika Serikat Bersiap Tapering Off, Indef Ingatkan Peluang Nilai Tukar Rupiah Melemah

Amerika Serikat Bersiap Tapering Off, Indef Ingatkan Peluang Nilai Tukar Rupiah Melemah Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Aviliani, mengatakan bahwa Indonesia akan bersiap menghadapi tantangan karena tapering off di Amerika Serikat akan dilakukan pada tahun 2022. Sementara, kenaikan bunga akan terjadi pada 2023.

"Tapi di sisi yang lain, kinerja di Amerika Serikat kemarin masih terjadi pengangguran yang besar. Jadi masih dianggap ini belum sesuai, tapi kemungkinan bisa lebih maju," ujarnya dalam dalam diskusi Kajian Tengah Tahun INDEF 2021: Bola Liar Vaksinasi Ekonomi?, Rabu (7/7/2021).

Baca Juga: Pulihkan Ekonomi, OJK: Kita Dihadapkan Lima Tantangan

Bila hal tersebut terjadi, kata Aviliani, akan membuka peluang pendanaan asing akan kembali. Akibatnya, Bank Indonesia akan mengalami tekanan yang cukup berat mengingat saat ini menjadi golden sharing. Selain itu, yang paling signifikan adalah kemungkinan melemahnya nilai tukar rupiah.

"Tahun 2013 kita ingat nilai tukar terpukul keras," ujarnya.

Aviliani mencontohkan, nilai tukar rupiah pernah melemah akibat tapering off di Amerika Serikat. Pada tahun 2013 nilai tukar rupiah berada pada nilai Rp9.000, di tahun 2015 terjadi nilai tukar rupiah melemah menjadi Rp13.000.

Selain berdampak pada nilai tukar rupiah, tekanan pada sektor moneter memungkinkan akan pula dialami suku bunga perbankan, cadangan devisa, 7 Day RR, Indeks Harga Saham Gabunga (IHSG). "Pemerintah harus siap-siap dengan dampaknya karena kondisi kita belum membaik dan berpotensi turun lagi," katanya.

Menyikapi hal itu, Aviliani mengatakan, salah satu peluang terbaik yang dapat dilakukan adalah saat pandemi yang memiliki peluang untuk meningkatkan ekspor atau substitusi impor. Namun sayangnya, belum banyak tatanan yang berubah, meski sesungguhnya tidak mengalami penurunan secara signifikan dengan situasi produk dan barang yang tidak banyak berubah.

"Kita lihat ekspor Indonesia ke AS mencapai 12 persen dari total nilai ekspor. Kalau AS membaik, harusnya kita ekspor mengalami perbaikan," ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: