Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lesunya Sektor Industri, INDEF Sebut Faktor Indonesia Berkutat di Negara Kelas Menengah

Lesunya Sektor Industri, INDEF Sebut Faktor Indonesia Berkutat di Negara Kelas Menengah Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) mengatakan keberadaan sektor industri menjadi salah satu penopang utama atas pembangunan perekonomian Indonesia. Namun hingga memasuk tahun 2020, Indonesia masih mengalami inkonsistensi dalam transformasi struktur ekonomi.

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment INDEF, Ahmad Hari Firdaus menyebutkan sektor industri masih dapat diandalkan sebagai penopang perekonomian Indonesia, meski trennya mengalami penurunan sebesar 19,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Baca Juga: Indonesia Turun Kelas Menjadi Kelas Menengah ke Bawah, INDEF: Ada Juga Negara yang Naik Kelas

“Ini yang menjadi alasan kenapa kita kok lama dalam zona middle income,” ujarnya, dalam diskusi virtual bertajuk Pandemi Tak Tuntas Indonesia Turun Kelas, Selasa (13/7/2021).

Hal tersebut semakin diperkuat denagn penyerapan tenaga kerja yang terserap di sektor industri yang tergolong rendah yakni sebesar 14,09 persen. Angka tersebut tergolong kecil jika dibandingkan  penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian yang mencapai 30 persen dengan nilai kontribusi terhadap PDB sebesar 13 persen.

Sementara itu, tambah Ahmad, sektor jasa perusahaan dan jasa lainnya mengalami tren peningkatan yang cukup bagus yakni menyentuh angka 10 persen. Disusul sektor informasi dan komunikasi yang mencapai sebesar 9 persen.

Namun demikian, meski sektor jasa maupun informasi dan komunikasi mengalami pertumbuhan yang positif, hal ini juga tidak diimbangi secara positif pula terhadap penyerapan tenaga kerja di dalamnya.

Artinya perputaran pendapatan ekonomi yang bernilai besar pada sektor industri masih di direbutkan oleh sedikit orang. Sedangkan perputaran pendapatan ekonomi yang bernilai kecil justru diperebutkan oleh banyak orang. Hal tersebut yang menjadi fackor sulitnya mengdongkrak pendapatan per kapita karena masih banyak yang tidak terserap pada sektor sekunder dan tersier.

“Karena kita mengalami stagnasi peningkatan skill yang tidak bisa menyesuaikan fenomena transformasi ekonomi sehingga yang terjadi seperti ini,” ujarnya.

Atas kondisi tersebut, Ahmad menyebut, kondisi industri manufaktur mengalami proses deindustrialisasi secara dini. Hal ini disebabkan oleh struktur industri  yang belum optimal termasuk penyerapan tenaga kerja yang melambat. Hal ini yang menyebabkanI Indonesia masih dianggap sebagai negara penyuplai komoditas bersama negara-negara seperti Armenia, Bosnia, Ethiopia, dan Argentina.

“Sektor industri itu berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena kontribusinya yang relatif besar yakni 20 persen. Ketika industri tumbuh tinggi, pertumbuhan ekonomi bisa melambung demikian sebaliknya industri melambat perekonomuan juga melambat,” paparnya.

Ekonom Senior INDEF, Didin S. Damanhuri, mengatakan Indonesia saat ini tidak memiliki grand design tentang peta jalan pembangunan ekonomi. Walau sesungguhnya ada dalam per dokumen tertentu, namun masih tidak menunjukan hal yang konkret. Hal ini yang menyebabkan belum adanya strategi hilirisasi industrialisasi yang jelas sebagai masalah utama di struktur ekonomi.

“Kondisi negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang mencapai 280 juta yang hiterogen secara objektif juga menjadi bagian masalah besar kita yang harus ditangani karena membuka peluang terjadinya ketimpangan,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: