Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Berpotensi Melanggar UU, Kaji Ulang IPO Anak Usaha Pertamina

Berpotensi Melanggar UU, Kaji Ulang IPO Anak Usaha Pertamina Kredit Foto: FSPPB
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebagai BUMN, PT. Pertamina (Persero) tunduk pada Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang bertujuan untuk tidak mengejar keuntungan dan memberikan sumbangan pada penerimaan negara, namun memiliki peranan penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. 

Sementara itu, dalam penetapan subholding yang tertuang dalam Surat Keputusan dan ditandatangani Dirut Pertamina, Nicke Widyawati pada tanggal 12 Juni 2020 dengan No.Kpts-18/C00000/2020-SO. dan Rencana IPO terhadap 5 Anak Usaha Inti Pertamina, apalagi 3 dari 5 Anak Usaha Inti Pertamina tersebut yakni PT. Pertamina Geothermal Energy, PT. Pertamina Hulu Energi, dan PT. Pertamina International Shipping menimbulkan beberapa kekhawatiran. Baca Juga: Pertamina Jadi Bersih: Kerja Ahok Mantap, Cocok Jadi Menteri BUMN

Sedikitnya ada 7 kekhawatiran yang akan ditimbulkan jika Holding-Subholding ini direalisasikan, dengan dilakukannya IPO anak usaha Pertamina. Kekhawatiran yang dimaksud yakni: 

Pertama, berpotensi melanggar UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN Pasal 77 huruf (c) dan (d), bahwa “Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;” bunyi pasal 77 huruf (c). 

Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi, demikian tulis pasal 77 huruf (d).  Baca Juga: Pertamina Tempatkan ISO Tank Oksigen untuk Pasien Covid-19 di Asrama Haji Pondok Gede

Kedua, besarnya potensi Pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia NOMOR 52/PMK.010/2017 tentang penggunaan nilai buku atas pengalihan dan perolehan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran atau pengambilalihan usaha. 

Ketiga, transfer pricing antar subholding berpotensi menyebabkan HPP (Harga Pokok Produksi) BBM meningkat. Jika ini terjadi maka yang dirugikan adalah rakyat karena harus membeli BBM dengan harga yang lebih mahal.

"Ditambah lagi manajemen yang kelihatannya efisien karena dari 11 hanya menjadi 6 direksi.  Padahal ternyata banyak penambahan direksi pada sub holding," ujar Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Arie Gumilar, dalam keterangannya, Sabtu (31/7/2021).

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: