Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Polemik Kasus Jiwasraya-Asabari, Pakar: Bisa Ganggu Pemulihan Ekonomi Nasional

Polemik Kasus Jiwasraya-Asabari, Pakar: Bisa Ganggu Pemulihan Ekonomi Nasional Kredit Foto: Rawpixel

Sementara Kuasa Hukum PT JBU-PT TRAM, Haris Azhar menemukan keanehan dalam proses penyitaan yang dilakukan Kejaksaan Agung. "Anehnya aset setelah disita Kejaksaan Agung saham-saham itu nilainya menjadi nol. Dalam konteks bisnis eksyen, aset itu dialihkan kemana? Apakah ditahan itu aset hingga menjadi nol. Kalo aset menjadi nol, rugi dong. Kejaksaan Agung menyita untuk apa jika kemudian setelah melakukan penegakan hukum terhadap Jiwasraya, asetnya sudah nol!" kata Haris.

Yang paling runyam dan paling membahayakan dari situasi ini, kata Haris, adalah penyitaan oleh kejaksaan agung terutama dalam peran dan fungsinya sebagai penyidik, terhadap aset dalam penanganan Jiwasraya-Asabri yang fokus pada nama-nama yang sama, yaitu Heru Hidayat dan juga Benny Tjokro serta beberapa nama yang lain.

"Faktanya,  ada dana program setting plan-nya karyawan PT PAL Indonesia senilai 220 miliar yang juga turut disita padahal mereka bukan nominee, lalu ratusan aset nasabah WanaArtha juga bukan nominee. Lalu ada pengelolaan tambang batubara di Kutai dibawah bendera perseroan PT GBU termasuk aset dan barang operasional, argumentasinya adalah bahwa saham-saham tersebut tidak dimiliki atau nominee terdakwa Heru Hidayat, kata Haris.

Baca Juga: Pakar Menduga Terjadi Kesalahan Verifikasi Aset dalam Kasus Jiwasraya-Asabri

Ia menuturkan bila istilah nominee ini lah yang dilekatkan kepada pihak, yang kemudian saham atau asetnya atau perusahaannya disita itu ternyata tidak dapat dibuktikan atau dijelaskan di muka pengadilan.

“Sebagaimana yang kita ketahui, hanya penyidik atau kejaksaan saja yang memilik akses data terkait aset kan ya. Namun mengapa yang selalu muncul ke media dana publik hanya nilai bombastinya dari kerugian negara, sebenarnya yang merugikan itu siapa? Apa perannya orang-orang yang kemudian saham atau asetnya disita? Orang-orang ini kemudian kehilangan akses terhadap aset milinya yang menjadi sitaan jaksa," imbuhnya.

Haris pun menyebut jika saat ini tidak ada satu mekanisme yang dijamin oleh hukum, yang bisa memfasilitasi perlindungan atas aset pihak ketiga. Satu-satunya yang bisa memberikan angin segar, lanjutnya, yaitu temuan dari ombudsman, namun itupun bila hasil temuannya ditindaklanjuti.

"Tahun lalu, ombudsman sudah mengatakan bahwa memang ada potensi penyalahgunaan kewenangan oleh kejaksaan dalam proses penyidikan penanganan kasus Jiwasraya. Nah, saya ingin tekankan bahwa penanganan korupsi itu tidak boleh semena-mena, nggak bisa sekedar menyita, merampas dan melelang. Ini kan seolah-olah negara nggak punya duit, lalu tiba-tiba diambillah aset Jiwasraya dan akhirnya nasabah yang harus bayar. Seolah negara lupa bahwa ada keterlibatan keringat, pemikiran, air mata  atau mungkin juga darah yang telah berkontribusi dalam proses kapitalisasi aset nasabah," ujarnya.

Meenurutnya, para penyidik ini tidak bisa menunjukkan korelasi antara pelaku dengan asetnya sehingga menyebar tuduhan bahwa pemiliknya adalah nominee dari terpidana. " Ini agar memudahkan hartanya atau asetnya diambil untuk menutupi kerugian negara yang sebenarnya tidak nyata karena BPK masih menghitung potensi dan bukan riil" tutupnya. 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: