Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Membaca Gerak-Gerik China Atas Manuver Armada Perang Eropa dan India di Laut China Selatan

Membaca Gerak-Gerik China Atas Manuver Armada Perang Eropa dan India di Laut China Selatan Kredit Foto: Reuters/US Navy
Warta Ekonomi, Taipei -

Serangkaian pelayaran oleh beberapa sekutu Barat pada pertengahan 2021 melalui laut Asia yang disengketakan akan menghasut China untuk membayangi kapal-kapal asing. Negara itu juga berpotensi menyerang balik negara-negara di belakang mereka dan mungkin mengadakan latihan tembak-menembak, demikian kata para analis.

Setidaknya delapan negara telah mengindikasikan, sejak akhir Juli, rencana untuk mengirim kapal angkatan laut ke Laut China Selatan yang kaya sumber daya, yang membentang dari Hong Kong ke Pulau Kalimantan. Tujuannya untuk mendukung tetap terbuka secara internasional daripada menyerahkannya ke kendali China.

Baca Juga: Amerika Bicara Kemungkinan Konsekuensi Global dari Konflik di Laut China Selatan

VOA yang melansir media domestik, menyebut kapal perusak HMS Defender, bagian dari kelompok penyerang kapal induk Inggris, mencapai Laut China Selatan bulan lalu. Ini dijadwalkan untuk bergabung dengan kapal dari Prancis, Jepang, India, Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat (AS) untuk latihan bersama di dekat laut. India, menurut laman Kementerian Pertahanannya, pada bagiannya berencana untuk mengirim empat kapal selama dua bulan.

Prancis, Inggris, dan Kanada mengirim kapal ke laut yang sama di awal tahun.

Pada 2 Agustus, kapal perang Bayern Jerman berangkat selama enam bulan di Asia termasuk Laut China Selatan, kata menteri pertahanan Jerman Annegret Kramp-Karrenbauer.

“Pesannya jelas: kami membela nilai-nilai dan kepentingan kami bersama dengan mitra dan sekutu kami,” katanya dalam sebuah posting Twitter, dikutip laman VOA, Kamis (12/8/2021).

Pelayaran ini membuat China khawatir. Pengadilan arbitrase dunia memutuskan pada tahun 2016 bahwa China tidak memiliki dasar hukum untuk “sembilan garis putus-putus” yang digunakannya untuk mendukung klaim sekitar 90% dari jalur air seluas 3,5 juta kilometer persegi, tetapi para pejabat di Beijing menolak keputusan tersebut.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: