Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Seru! Akbar Tandjung Institute Mengundang Rektor IPB Bicara soal Politik Pengelolaan SDA

Warta Ekonomi, Jakarta -

Kerusakan Sumber Daya Alam (SDA) adalah masalah krisis tata kelola yang merupakan suatu kegagalan mengatur tindakan para aktor negara, pasar, dan masyarakat, berkepentingan terhadap sumber daya.

"Karena kalau kita bicara tata kelola, maka kita bicara negara, interaksi antara negara, pasar, dan masyarakat, yang terkait dengan sumbar daya alam," ungkap Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Arif Satria saat menjadi narasumber kuliah umum peserta Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute pada Angkatan X Seri 15, digelar secara zoom, Rabu (18/8/2021) malam.

Mengangkat tema "Politik Pengelolaan SDA: Mencari Titik Temu Kepentingan Ekologi dan Politik", Arif mengatakan, Indonesia saat ini dihadapkan pada krisis lingkungan yang harus segera diatasi.

Beberapa akar masalah krisis sumber daya alam dan lingkungan hidup diantaranya tergantung pada etika lingkungan yang antroposentrik, populasi penduduk yang terus meningkat, akumulasi kekayaan, kesenjangan dan kemiskinan, dan kegagalan kebijakan pembangunan (policy failures).

Selain itu juga terjadinya korupsi, kolusi, nepotisme, serta lemahnya penegakan hukum, kegagalan pasar (market failure) atau tidak adanya mekanisme pasar (no market mechanism) pada beberapa SDA tertentu.

Serta kapitalisasi global yang mendorong konsumsi untuk gaya hidup makmur (life style/consumtive), dan teknologi produksi dan teknologi jasa yang menjadi pemicu kerusakan dan pencemaran lingkungan.

"Karena itu kalau ada krisis tata kelola, berarti ada krisis pengaturan dan pengaturan itu bukan pengaturan satu aktor (saja), namun  bagaimana (pengaturan) perkembangan pasar dengan baik, negara dan masyarakat  bisa berkembang dengan baik,  pengaturan antara pasar, negara, dan masyarakat," ungkap Arif.

Untuk itu, solusi yang harus dilakukan, jelas Arif, bagaimana menyeimbangkan rasionalitas ekonomi, dan rasionalitas ekologi. 

"solusinya tergantung pendekatan yang setiap orang punya perspektif berbeda. Namun penguatan rasionalitas ekonomi, dan ekologi harus disejajarkan, antara lain melalui ekologi modern berbasis teknologi. Sebab kalau pendekatan ekonomi lebih dominan maka terjadi kerusakan lingkungan. Kalau pendekatan ekologi lebih dominan yang terjadi tidak ada pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

Arif menyontohkan pengembangan teknologi ramah lingkungan, seperti limbah asap yang dikonfirmasi menjadi cairan untuk pupuk dan lainnya, bio plastic  sepeti plasitik singkong, dan lainnya.

"Jadi ekonomi tumbuh, tapi tidak merusak lingkungan. Teknologi ramah lingkungan  sebagai solusi. Selain itu juga gerakan sosial, yang membangun life style ramah lingkungan, car free day. Ada juga yang menarik, Bupati Kuningan yang mengharuskan mahar menikah menambahkan  dengan pohon, akad nikah yang ramah lingkungan, gerakan tumbler, toko tidak menyediakan kantong plastic. Selain itu meningkatkan akses masyarakat untuk mengelola lingkungan  secara lestari," pungkas Arif.

Hadir dalam acara ini, Direktur Program AT Institute, Dr. Agustian Prasetya, dan Direktur Eksekutif AT Institute, Dr. Puji Wahono, dan Kepala SKPB Dr. Alfan Alfian.

Seperti diketahui, secara rutin SKPB mengundang pakar berbagai bidang ilmu dan praktisi untuk mengisi proses pembelajaran yang kreatif dan aktual. Peserta terdiri dari aktivis mahasiswa dan pemuda yang tergabung di dalam Kelompok Cipayung Plus.  

Peserta diseleksi dari berbagai daerah di Indonesia, dan dalam masa pandemi ini diadakan secara daring. Selain kuliah kepemimpinan, peserta juga mendapatkan ceramah mengenai ekonomi, etika, politik lokal, pemilu dan  sistem kepartaian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: