Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kedatangan Era Reformasi, Surya Paloh: Demokrasi Kita Melampaui dari yang Kita Bayangkan

Kedatangan Era Reformasi, Surya Paloh: Demokrasi Kita Melampaui dari yang Kita Bayangkan Kredit Foto: Antara/Darwin Fatir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum Partai Nasional Demokrat, Surya Paloh mengungkapkan salah satu sebab turunnya persepsi demokrasi Indonesia karena efek era reformasi di akhir tahun 1990-an yang memberikan akses kebebasan yang luar biasa seiring pergantian rezim pemerintahan.

"Sistem demokrasi yang super bebas dan liberal kalau kita perbandingkan saya rasa kita tidak kalah dengan sistem demokrasi di negara Eropa dan Amerika Serikat. Demokrasi yang kita miliki sudah melampaui dari yang kita bayangkan," ujarnya dalam Pidato Kebangsaan Ketua Umum Partai Politik, Memperingati 50 Tahun CSIS Indonesia, Senin (23/8/2021).

Baca Juga: Demokrasi Indonesia Merosot, Demokrat Kritik Habis-habisan: Beda Zaman Pak SBY Dulu...

Dalam situasi demokrasi liberal, begitu kata Surya, menyebabkan masyarakat saat ini tidak bisa membedakan porsi antara hak dan kewajiban secara seimbang sebagai respons kebebasan yang selama ini diinginkan. Dalam kondisi tersebut, dibutuhkan pendidikan politik yang dapat menjangkau masyarakat agar menghasilkan kebebasan yang absolut juga diiringi dengan kebebasan yang bertanggung jawab.

Agar hal tersebut dapat terjadi, tambah Surya, peran partai politik sebagai institusi politik juga diharapkan dapat memberikan pengaruh dengan memberikan keteladanan berbasis nilai moralitas yang dapat dicontohkan elit politik. Salah satunnya adalah dengan tidak mudah menyalahkan kepada pihak yang bersebarangan dan tidak takut untukĀ  menerima kritikan.

"Kalau sejak awal orientasinya adalah kekuasaan, kalau seperti ini yang dilakuakn elit politik pantaskah kita berpikir Indonesia yang lebih maju dan bermartabat, rasanya sulit untuk mencapai itu," terangnya.

Surya menambahkan, saat ini yang paling mengkhawatirkan adalah keberadaan politik indentitas yang berbau SARA yang masih menguat. Bahkan seorang yang yang dianggap religus yang seharusnya memiliki nilai moralitas yang tinggi, tidak menjamin menempatkan keimanannya untuk menghormati kemanusiaan yang setara. Di sisi lain, politik yang berbasis pada empati dan simpati kepada perbedaan, belum terbangun dengan baik.

"Demokrasi bukanlah suatu yang dianggap tujuan. Demokrasi adalah alat dan sistem yang kita sepakati untuk menghantarkan keinginan atau tujuan kita," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: