Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Profesor NTU Singapura Dibikin Kagum atas Pidato AHY di CSIS

Profesor NTU Singapura Dibikin Kagum atas Pidato AHY di CSIS Kredit Foto: Instagram/Agus Harimurti Yudhoyono
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pidato Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menutup rangkaian pidato para Ketua Umum partai politik dalam rangka 50 tahun CSIS.

Tampil sebagai Ketua Umum yang paling muda, AHY menekankan tentang perlunya memperkuat daya tahan dan daya saing bangsa untuk mencapai puncak kejayaan bangsa pada tahun 2045, 100 tahun setelah Indonesia merdeka.

Sudut pandang yang diambil AHY ini mengundang kagum komentar Prof. Sulfikar Amir, dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura.

"Sangat-sangat menarik. Mas AHY menyentuh beberapa isu krusial seperti pandemi, kualitas demokrasi yang menurun, efek disrupsi hingga buzzer, Mas AHY sudah benar mengatakan mengenai resiliency (daya tahan), sebagai kapasitas yang harus dimiliki oleh suatu bangsa seperti Indonesia," kata Sulfikar .

Lebih lanjut, Associate Professor of Science, Technology and Society NTU ini melanjutkan AHY dinilai mempunyai gambaran bahwa demokrasi ke depan harus dijaga dengan menjamin adanya partisipasi publik.

"Akan menarik jika soal resiliensi ini bisa diperkuat melalui peran-peran institusi karena di sini domain-nya Demokrat sebagai partai politik. Dalam gambar besarnya, resiliensi mencakup bagaimana kita berpolitik, bagaimana demokrasi disusun, bagaimana proses pembuatan kebijakan dilakukan, bagaimana partisipasi publik itu didorong dan lain-lain," tandasnya.

Sementara itu, pengamat politik dari UNJ Ubedilah Badrun melihat pidato Ketum AHY ini cukup berbeda dengan pidato Ketum-ketum parpol lain sebelumnya.

"Sebagai partai non pemerintah, wajar jika pidato AHY ini bernada cukup tajam. Kalau tidak kritis, apa bedanya PD dengan partai-partai koalisi pemerintah?," kata Ubedilah. Secara khusus, salah satu mantan pemimpin gerakan mahasiswa tahun 1998 ini menyoroti bagian pidato AHY yang mempertanyakan mengapa kritik terhadap pemerintah selalu dianggap sebagai lawan. 

"Betul kata mas AHY bahwa pada dasarnya kita ingin rakyat selamat. Itulah sebabnya berbagai elemen masyarakat sipil mengkritik dan memberi masukan pada Pemerintah. Apalagi kita tahu penanganan Covid-19 kacau balau, demikian pula dengan pemulihan ekonomi yang perlu dikritisi karena ada uang rakyat di situ," kata Ubedillah.

"Dalam pemerintahan yang demokratis, kritik merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Jangan dianggap sebagai lawan, apalagi kemudian dihadapi dengan bullying, represi, bahkan diburu seperti penjahat." tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: