Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia dalam Pembicaraan, Mampukah Taliban Bikin Pemerintahan Inklusif yang Naungi Semua Rakyat?

Indonesia dalam Pembicaraan, Mampukah Taliban Bikin Pemerintahan Inklusif yang Naungi Semua Rakyat? Kredit Foto: Reuters/Stringer
Warta Ekonomi, Jakarta -

Diplomat top Indonesia telah meminta Taliban untuk membentuk pemerintahan yang inklusif dan menghormati hak-hak perempuan di Afghanistan. Pernyataan ini keluar selama pertemuan di Qatar dengan salah satu pemimpin politik kelompok fundamentalis Muslim.

Pembicaraan antara Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dan Sher Mohammad Abbas Stanikzai, wakil direktur kantor politik Taliban, berlangsung pada Kamis (26/8/2021) di ibu kota Qatar Doha, beberapa jam sebelum dua ledakan bom menewaskan puluhan orang di luar bandara Kabul.

Baca Juga: Awas, Kemenangan Taliban Kemungkinan bakal Munculkan Kelompok Teror Indonesia karena...

“Di sela-sela kunjungan saya ke Qatar, saya juga bertemu dengan Perwakilan Kantor Politik Taliban di Doha,” kata Retno melalui Twitter.

EurAsia Review menulis pada Sabtu (28/8/2021) lalu bahwa, Indonesia, negara mayoritas Islam terbesar di dunia, dalam beberapa tahun terakhir telah mencoba memfasilitasi negosiasi yang bertujuan untuk mengakhiri perang puluhan tahun di Afghanistan.

Pada 15 Agustus, gerilyawan Taliban meraih kekuasaan ketika mereka merebut ibu kota Afghanistan setelah Amerika Serikat menarik pasukan militernya yang telah mendukung pemerintah Presiden Ashraf Ghani.

“Saya menyampaikan kepada Taliban pentingnya: pemerintahan inklusif di Afghanistan; menghormati hak-hak perempuan; dan memastikan Afghanistan tidak menjadi tempat berkembang biaknya organisasi dan kegiatan teroris,” kata Retno.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, menolak berkomentar soal pertemuan antara Retno dan Stanikzai pada Jumat.

Taliban kembali berkuasa 20 tahun setelah digulingkan oleh koalisi militer internasional pimpinan Amerika setelah serangan teroris 11 September 2001 di New York dan Washington. Kelompok militan al-Qaeda meluncurkan mereka dari pangkalan dan tempat persembunyiannya di Afghanistan yang dikuasai Taliban.

Selama lima tahun pemerintahan Taliban di akhir 1990-an, kelompok itu menerapkan kebijakan yang menekan hak-hak perempuan, seperti memutus akses pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan.

Pada Juli 2019, Mullah Abdul Ghani Baradar, salah satu pendiri Taliban, bertemu di Jakarta dengan ketua Nahdlatul Ulama – organisasi Muslim Indonesia – yang mengatakan kepada Baradar bahwa faksi-faksi Afghanistan yang bertikai harus duduk bersama dan menyetujui perdamaian berdasarkan semangat persaudaraan Islam.

Sejak Taliban mengambil alih kekuasaan lagi pada 15 Agustus, kelompok-kelompok advokasi hak-hak perempuan telah menyatakan keprihatinan besar atas apakah Taliban akan membatalkan kemajuan yang dibuat sejak 2001 dalam meningkatkan kesetaraan gender dan peluang bagi perempuan dan anak perempuan Afghanistan.

Mohammad Naeem, juru bicara biro politik Taliban di Doha, mengatakan dalam sebuah tweet bahwa Retno dan Stanikzai telah membahas situasi di Afghanistan dan masa depan hubungan bilateral.

“Delegasi Indonesia berterima kasih kepada Imarah Islam atas keselamatan para diplomatnya,” kata Naeem di akun Twitter-nya.

Retno membahas Afghanistan dalam pertemuan di Doha dengan Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani, wakil perdana menteri dan menteri luar negeri Qatar.

Dia juga berbicara tentang upaya evakuasi di bandara Kabul, keamanan, dan masa depan Afghanistan selama pertemuan di ibukota Qatar dengan Zalmay Khalilzad, utusan khusus Washington untuk rekonsiliasi Afghanistan.

Indonesia telah mengevakuasi 26 warga negara Indonesia, termasuk diplomat yang bertugas di Kabul, menggunakan pesawat Angkatan Udara Indonesia pada 20 Agustus.

Kerusuhan di bandara Kabul telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memindahkan sementara kedutaan besarnya di Afghanistan ke Islamabad, ibu kota negara tetangga Pakistan.

Faizasyah, juru bicara kementerian luar negeri, mengatakan dua orang Indonesia telah memutuskan untuk tetap berada di Kabul, termasuk seorang pekerja PBB.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: