Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KOL Stories x Nuril Baskan: Mendongkrak Engagement Rate yang Jadi Kunci Utama Merek Bisa Meledak

KOL Stories x Nuril Baskan: Mendongkrak Engagement Rate yang Jadi Kunci Utama Merek Bisa Meledak Kredit Foto: Antara/Dado Ruvic
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kunci kesuksesan dari sebuah akun instagram adalah bisa mendapatkan branding yang oke, hingga kontennya memancing banyak interaksi atau bahasa marketingnya adalah tingginya engagement instagram. 

Kini Instagram sudah mulai menarik perhatian para marketer di seluruh dunia. Memang relatif baru, tetapi seiring dengan pertumbuhan followers hingga algoritma instagram yang terus berkembang.

Baca Juga: KOL Stories x Rita Efendy: Menatap Masa Depan Saham Teknologi dan Digital

Menurut statistiknya, media sosial Instagram memiliki pengguna aktif bulanan lebih dari 600 juta dengan tingkat keterlibatan tertinggi apabila dibandingkan dengan platform media lain. 

Terlebih dengan banyaknya fitur baru Instagram seperti fitur Instagram Reels, instagram Music dan munculnya filter baru. Instgaram Reels mampu menarik perhatian banyak orang, terbukti dengan jangkauannya yang lebih luas daripada foto feed atau story.

Engagement rate menjadi kunci utama agar sebuah merek bisa “meledak” dan keberadaannya dapat berkembang dengan baik pada media sosial serta berfungsi untuk meningkatkan efektivitas kinerja tim pemasaran media sosial. 

Lalu, bagaimana cara untuk memdongkrak engagement rate di Instagram?

Warta Ekonomi melalui KOL Stories akan membahasnya bersama dengan Nuril Baskan yang merupakan Founder dari Nuril Media sebuah perusaaah Digital Creative dan Media Agency

Kunci utama agar sebuah merek bisa “meledak” bergantung kepada engagement rate. Apakah bisa dijelaskan apa itu engagement rate? Apa fungsinya dan kenapa ini menjadi patokan kesuksesan sebuah akun sosial media?

Platform media sosial ibaratnya sebuah kelas. Kebanyakan brand saat ini menggunakan pendekatan digital, sehingga media sosial menjadi guru saat masih berlangsungnya traditional marketing. Kebanyakan brand besar di Indonesia masih mengandalkan one way channel di media sosial. Bagaimana sebenarnya kita bisa meningkatkan interaksi dengan audiens kita. Makanya tadi saya mengatakan era digital layaknya sebuah kelas, dimana media sosial itu hadir sebagai guru yang berinteraksi langsung dengan muridnya. Brand harus bisa seperti itu dengan membangun komunitas untuk mendengarkan kebutuhan dari para audiens.

Selama ini brand besar terbiasa menggunakan pemasaran tradisional seperti billboard, sehingga mereka mendorong pesan bisnis mereka hanya satu arah tanpa mendengarkan audiens. Era digital ini sebenarnya adalah era komunikasi dua arah, dimana brand harus bisa bekerja sama dengan para audiens untuk menciptakan suatu tren. Beberapa tahun belakangan ada brand besar seperti Mc Donald’s atau Burger King yang membuat polling seputar menu yang sebaiknya disajikan untuk bulan depan. 

Apa saja kesalahan yang biasanya dilakukan dalam membangun engagement dengan audiens?

Biasanya yang sering saya temui, terutama pada bisnis UMKM adalah mereka terlalu hard selling atau kontennya terlalu product oriented, dan tidak konsisten membagikan kontennya. Misalnya, audiens mereka aktif jam enam sore, tetapi mereka postingnya jam 10 malam atau 12 malam, sehingga tidak menggapai target audiensnya di waktu yang tepat. Kedua, mereka hanya posting konten hanya ala kadarnya. Misalnya mereka memiliki akun Instagram, namun hanya memiliki enam foto saja dan tidak di-update selama 3 hingga 6 bulan. Salah satu unsur terpenting dalam membangun branding adalah komunikasi dengan audiens yang harus dilakukan secara terus menerus dan intens. Salah satu hal yang paling direkomendasikan adalah minimal posting 2 atau 3 konten dalam satu minggu. 

Bagaimana cara meningkatkan engagement di media sosial? Apakah berbeda-beda di setiap platform?

Tentu saja setiap konten harus disiapkan berdasarkan native dari platform tersebut. Misalnya di Twitter lebih banyak konten berbasis teks, sehingga kurang efektif jika kita membagikan konten foto atau video. Kedua adalah hashtag. Banyak orang melakukan kesalahan di Twitter atau Linkedin dengan membagikan banyak hashtag seperti di Instagram. Padahal ketika memberikan banyak hashtag di kedua platform tersebut akan terkena penalti, sehingga konten kita tidak akan dilihat oleh banyak orang. Kemudian, bagaimana caranya kita membuat interaksi begitu konten tersebut di-post. Biasanya Instagram mensupport sebuah akun bisnis yang langusng bisa engage dalam 30 menit pertama. Kunci dari media sosial adalah real time, dimana kita harus bisa hadir saat itu juga. 

Adakah tips yang bisa dishare mengenai bagaimana cara membuat konten di akun media sosial, khususnya di Instagram agar lebih efektif? Apa saja yang perlu diperhatikan?

Setiap fitur di Instagram memiliki caranya tersendiri. Misalnya, Insta Story adalah cara yang efektif untuk membangun sales funnel. Biasanya kita harus membagikan Story dengan urutan awareness, consideration, dan sales. Salah satu caranya adalah kita harus membangun interaksi. Tetapi interaksi ini terkadang sebuah hal yang membuat audiens kita malas. Makanya kita perlu menggunakan fitur yang disediakan Instagram, misalnya polling ya atau tidak, kemudian fitur menggeser itu bisa kita pakai, question box, dan yang tidak kalah penting ketika audiens membalas dm atau polling, langsung balas interaksi mereka. Semakin banyak orang yang berinteraksi maka akan semakin banyak orang yang akan melihat Story tersebut. 

Kemudian untuk postingan Instagram sendiri, menurut rule of time-nya 2 sampai 3 postingan dalam satu hari masih tergolong oke. Jam aktif setiap audiens kita berbeda-beda. Memposting 3 konten dalam satu hari itu bagus, terutama bagi akun yang memiliki sedikit followers. Tetapi ketika followers semakin banyak, maka kita bisa pilih jam yang sesuai, dan yang kedua, ketika terjadi suatu hal bisa langsung kita update. 

Sebagai penutup, adakah yang ingin disampaikan?

Beberapa tahun terakhir, saya masih mengamati bahwa banyak brand besar yang men-treat channel digital seperti traditional marketing. Mereka hanya berbicara dengan dirinya sendiri, misalnya ketika ada komen tidak ditanggapi, atau ada DM tidak dibalas. Padahal era digital ini adalah era informal, dimana kita bisa membangun kedekatan dengan audiens. Untuk para pebisnis diluar sana, gunakan media sosial sebaik mungkin, interaktif dengan para audiesnnya, sehingga tercipta komunitas yang lebih kuat. Jadi brand harus lebih aktif berkomunikasi dengan para audiensnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: