Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Demokrat Serang Pemerintahan Jokowi Bawa-bawa Soeharto, Eh Langsung Diskakmat sama PDIP

Demokrat Serang Pemerintahan Jokowi Bawa-bawa Soeharto, Eh Langsung Diskakmat sama PDIP Kredit Foto: Viva
Warta Ekonomi -

Wacana Presiden Joko Widodo atau Jokowi lanjut 3 periode mencuat lagi belakangan ini. Rencana penambahan masa jabatan kepala negara itu melalui amandemen UUD 1945 dengan menyertakan pokok-pokok haluan negara atau PPHN.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Demokrat Jansen Sitindaon menyampaikan analisanya soal wacana tersebut. Menurut dia, merujuk pemahaman dalam sejarah pemilu di Tanah Air, pemerintahan Jokowi saat ini disebutnya kuat.

"Jadi, dalam sejarah pemilu kita, ketatanegaraan kita belum ada pemerintah sekuat pemerintah Pak Jokowi. Itu dia," kata Jansen dalam Kabar Petang tvOne yang dikutip VIVA, Kamis, 2 September 2021.

Baca Juga: Elite Demokrat Bahas soal Wajah Demokrasi Indonesia, Bu Mega Dibawa-bawa

Dia bahkan menyebut dibandingkan dengan pemerintahan Presiden RI ke-2 Soeharto, saat ini era Jokowi lebih kuat. Menurut dia, kekuatan ini dalam arti dukungan jumlah kursi di parlemen. "Bahkan, pemerintahan Pak Harto saja tidak sekuat ini. Kalau kita bicara soal dukungan kursi di parlemen ya," lanjut Jansen.

Jansen mengatakan pemerintahan Soeharto selama Orde Baru itu paling kuat merujuk hasil Pemilu 1997. Sebab, saat itu Golkar berhasil menguasai 74,5 persen suara di parlemen.

"Pak Harto itu paling kuat pada hasil Pemilu 97. Di mana Golkar itu menguasai 74,5 persen suara di parlemen. Artinya di luar itu ada PPP dan PDIP lah. Itu lah puncak-puncaknya Pak Harto," jelas Jansen.

Namun, saat ini, pemerintahan Jokowi sudah memiliki dukungan suara 82 persen di parlemen setelah PAN bergabung ke koalisi pemerintahan. Bagi dia, tak ada dalam sejarah pemerintahan Republik Indonesia, yang lebih kuat dari pemerintahan Jokowi. 

"Itu makanya saya katakan di sana, karena kebetulan bisik-bisik ini elite mengatakan soal amandemen konstitusi," tutur Jansen.

Kemudian, ia menambahkan amandemen bisa dilakukan dengan merujuk Pasal 37 UUD 1945. Dengan kekuatan dukungan parlemen yang dimiliki pemerintah, Jansen menilai sudah bisa melakukan amandemen tersebut.

"Kenapa kok saya ambil ukuran duapertiga, karena di situ memang titik kuncinya. Kalau hanya ingin mengubah di pasal-pasal tertentu UUD sekaligus ini edukasi untuk publik," ujar Jansen.

Dia menekankan pengajuan amandemen bisa dilakukan bila diajukan sekurang-kurangnya sepertiga dari jumlah anggota MPR. Pun, untuk mengubah pasal, sidang MPR mesti dihadiri dua pertiga dari jumlah anggota. Lalu, putusan untuk amandemen bisa dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen +1 dari seluruh anggota MPR.

"Berapa itu anggota MPR kan 711, 575 anggota DPR ditambah 136 anggota DPD. Jadi, karena kalau mengubah satu pasal UUD itu cukup sepertiga," jelas Jansen.

Meski demikian, ia mengatakan tanpa bergabungnya PAN, koalisi Jokowi sebenarnya juga sudah bisa mengajukan amandemen. Tapi, kata dia, kuncinya tetap dua pertiga anggota MPR yang hadir dalam sidang amandemen.

"Kalau hari ini diakumulasikan 471 kursi atau 82 persen, kurang dari 3 saja. Mau mengubah konstitusi mana pun, hari ini pemerintahan Pak Jokowi sangat bisa," tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: