Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pilpres 2024 Masih 3 Tahun Lagi, Tapi Persaingannya Sudah Terasa

Pilpres 2024 Masih 3 Tahun Lagi, Tapi Persaingannya Sudah Terasa Kredit Foto: Instagram/Didik Junaedi Rachbini
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pilpres 2024 masih tiga tahun lagi. Namun, persaingannya sudah terasa saat ini. Begitu dikatakan Prof. Didik J. Rachbini dalam Diskusi Online Forum Ekonomi Politik  “Misteri dan Serba Serbi Capres Dini” yang diselenggarakan secara virtual oleh Universitas Paramadina (1/9).

Didik mengatakan, fenomena pencapresan presiden di Indonesia sudah mulai terasa bisa dilihat mulai banyaknya baliho-baliho tokoh dan ramainya media sosial membahas Pilpres. Selain itu, sudah banyak lembaga survei yang melakukan survei tokoh-tokoh untuk maju Pilpres.

Baca Juga: Pak Prabowo, Ayo Dong Balas Budi ke Habib Rizieq, Emang Mau Pilpres 2024 Nggak Didukung Umat?

“Sudah ada tokoh-tokoh yang popularitasnya tinggi. Bersaing dalam pencapresan memang harus melihat peluang keberhasilan dari survei popularitas politik,” ujarnya.

Rektor Universitas Paramadina ini juga menyoroti soal lembaga survei. Menurut dia, dari banyak lembaga survei beberapa saja yang kredibel dan sisanya melakukan akrobat.  “Lembaga survei yang independen biasanya akan menghasilkan tradisi akademik yang baik,” bebernya.

Menurut dia, hasil survei harus memperhatikan waktu karena setelah 8 bulan bisa dinyatakan tidak valid. Berbeda dengan dulu Jokowi dan Prabowo yang sejak awal di 2013 telah mempunyai tingkat popularitas yang konsisten tinggi. Bahkan Prabowo sebelum Jokowi muncul punya popularitas yang sangat tinggi.

Namun, dia berharap, kampanye Pilpres tidak membuat masyarakat terbelah seperti Pilpres 2019.  “Tidak perlu ngotot untuk menang dan tidak boleh melakukan kampanye negatif sehingga Pilpres menjadi ajang permusuhan anak bangsa,” katanya.   

Terakhir, dia menyoroti penggunaan buzzer politik yang jahat sekali menjatuhkan lawan politik. “Contoh kasus efektivitas buzzer adalah kasus KPK dengan memunculkan isu Taliban dan non Taliban di KPK ketika undang-undang KPK hendak diamandemen,” tukasnya.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan mengatakan, saat ini ada 3 lapis pengelompokan para Capres 2024 dari hasil berbagai survei. “Terdapat figur papan atas publik seperti Prabowo, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo yang berbeda tipis dalam popularitas,” ujarnya.

Menurut Dosen Senior Ilmu Politik di Universitas Paramadina ini, dari ketiga orang itu juga tidak ada nama yang dominan. Angka mereka berada pada kisaran 20 persenan jika diadu dengan banyak nama.

“Jika pada 2024 nanti ada 3 pasang calon yang paling mungkin misalnya, maka ketiga orang tersebut akan disebut mencapai angka dominan jika telah mencapai angka popularitas 30-35 persen diantara 10-15 nama. Tetapi saat ini angka mereka baru sekitar 20-25 persen saja.“ katanya.

Kemudian di papan tengah terdapat nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Sandiaga Uno dan seterusnya. Kemudian ada nama Puan Maharani, Muhaimin Iskandar, dan Airlangga Hartarto.

Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial (LP3ES), Fajar Nursahid mengatakan, variabel downgrade lawan politik harus menjadi perhatian serius oleh para politikus. Hal itu nampak betul karena ada juga capres-capres yang sangat popular tetapi favorability-nya rendah sekali. Misalnya terjadi pada figur Anies Baswedan.

Fajar memandang bahwa jalan menuju pencapresan itu tidaklah semulus seperti yang diperkirakan. “Belum lagi bagaimana peran-peran cybertroops kemudian bisa mendegradasi lawan politik,” ujarnya.

Ia juga mengungkap fenomena para figur politik yang jauh dari partai politik pengusungnya. Dia mengambil contoh dahulu figur Jokowi dan SBY jauh melampaui popularitas partai pengusungnya.

“Saat ini figur yang diharapkan menjadi centrum pengaruh dari partai politik untuk meraih voters ternyata belum cukup kuat untuk mengangkat popularitas pencalonan dirinya,” tukasnya. 

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: