Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pandemi, PPKM, dan Sulitnya Akses Pekerjaan

Pandemi, PPKM, dan Sulitnya Akses Pekerjaan Kredit Foto: Antara/R Rekotomo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Leni Wandira (22) baru saja menyelesaikan pendidikannya di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikĀ  (IISIP) Jakarta pada Juli tahun 2021 ini. Namun, kini dia dilanda kebingungan lantaran belum mendapat panggilan dari beberapa perusahaan yang dilamar.

Padahal, sudah puluhan surat lamaran yang ia kirim ke perusahaan impian lewat beragam platform lowongan kerja. Namun percobaan kesekian kalinya ini belum juga membuahkan hasil.

Baca Juga: Sistem Kerja 996 ala Jack Ma Ilegal, Karyawan di China Malah Tak Senang

Terakhir kali ia melakukan wawancara dengan perusahaan aplikasi penyedia layanan transportasi, Gojek. Namun sayangnya hingga kini, kabar baik yang ia harapkan dari perusahaan tersebut tak kunjung sampai.

Rasa kepercayaan dirinya menurun, bahkan ia mulai putus asa. Berkali kali melamar kerja, mengirim berkas, wawancara, lalu hilang tidak ada kabar. Padahal, ia begitu mengidam-idamkan pekerjaan impiannya, apalagi kini ia memiliki beban finansial atas hidupnya setelah menyelesaikan pendidikan.

"Saat ini sambil mencari pekerjaan aku terus ikut workshop atau kelas untuk menambah skill tertentu. Karena dunia pekerjaan itu keras, jadi harus tambah kualifikasi agar setidaknya bisa dilirik HRD saat melamar," terang Leni.

Tak cuma Leni, Akmal Izzaty (24), lulusan dari sekolah penerbangan AMA Delta Air di Filipina, juga masih berjuang mencari pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasinya. Namun mimpinya sebagai pilot Cessna 172 harus tertunda entah sampai kapan akibat pandemi yang merebak di seluruh dunia.

Ia harus rela mengambil pekerjaan apa pun meski tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan impiannya. Bahkan jika upah dari pekerjaan tersebut tak sebanding dengan beban kerjanya.

"Ya cuman itu kalau misalnya dapat dari situ (pekerjaan di bidang lain) biasanya gajinya itu enggak sebanding sama pekerjaannya," ungkap Akmal.

Ia berkisah selama sebulan belakang ini sudah mencoba melamar di tiga tempat. Beruntung, Akmal bisa bekerja di sebuah perusahaan startup digital marketing di bagian administrasi, tapi keberuntungannya hanya sebatas itu. Tak lama ia bekerja, perusahaan tersebut harus gulung tikar terhantam oleh pandemi.

"Lapangan pekerjaan lebih sedikit gara-gara pandemi. Jadi, supply demand-nya enggak imbang. Perusahaannya banyak, cuma penyerapan untuk pekerjaannya sedikit, ditambah lagi pandemi, jadi susah mencari pekerjaan sekarang ini," bebernya.

Pengangguran Tinggi

Sulitnya mencari pekerjaan di tengah pandemi, terutama saat PPKM sekarang ini, ternyata memang wajar. Mengutip survei Bank Indonesia (BI), pada Juli 2021, Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) tercatat 67,1. Jauh lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 90,3.

IKE sendiri dibentuk oleh tiga komponen, yaitu Indeks Penghasilan Saat Ini, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja, dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama. Ketiganya melemah dan semakin jauh dari angka 100.

Namun yang mengalami penurunan paling dalam adalah Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja dengan koreksi mencapai 30,3 poin. Artinya, masyarakat berpandangan mencari kerja di tengah situasi PPKM semakin sulit.

Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengungkapkan, selama pandemi ini persoalan terkait dengan korporasi yang bermasalah secara cash flow terus menumpuk, terutama UMKM dan pengusaha kecil lainnya. Tidak berhenti sampai situ, PHK juga menjadi permasalahan utama dengan angka pengangguran yang terus melonjak.

"Sebenarnya pemerintah sudah melakukan upaya-upaya, salah satunya dengan melakukan stimulus kepada mereka-mereka yang mengalami PHK, tetapi yang realitas implementasinya di lapangan tidak efektif dan banyak yang inkonsisten," ucap Trubus saat dihubungi Warta Ekonomi, belum lama ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2021 merilis catatan mereka terkait kondisi sektor ketenagakerjaan. Disebutkan, jumlah angkatan kerja pada Februari 2021 adalah 139,81 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) periode yang sama sebesar 6,26 persen.

BPS juga mencatat, penduduk yang bekerja adalah 131,06 juta orang. Sebanyak 78,14 juta orang atau 59,6 persen bekerja pada sektor informal. Tercatat 19,1 juta orang atau 9,3 persen penduduk usia kerja terdampak Covid-19.

Dari jumlah itu, pengangguran karena Covid-19 berjumlah 1,62 juta orang, bukan angkatan kerja karena Covid-19 650 ribu orang, tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 1,11 juta orang, dan pekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 mencapai 15,72 juta orang.

Strategi Kemenaker

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) memiliki sejumlah langkah strategis dalam perluasan kesempatan kerja. Langkah-langkah dilakukan melalui program Tenaga Kerja Mandiri (TKM) pemula dengan target 100.000 orang dan TKM lanjutan 1.800 orang.

Upaya lainnya melalui Program Desmigratif (Desa Migran Produktif) dalam membangun usaha mandiri yang produktif. Program Desmigratif melibatkan peran aktif pemerintah desa dengan target 150 desa.

"Desmigratif tidak hanya membantu masyarakat desa yang ingin bekerja ke luar negeri, namun juga dapat memperoleh pelayanan informasi usaha produktif melalui peran pemerintah desa," ucap Menaker, Ida Fauziyah, secara virtual (25/8/2021), seperti dilansir dari Suara.com.

Ida menjelaskan, saat ini, kemiskinan cenderung lebih tinggi pada daerah pedesaan, namun tingkat pengangguran lebih tinggi di perkotaan. Hal ini mengindikasikan adanya pekerja di pedesaan yang sudah bekerja tapi tingkat pendapatannya belum mampu memenuhi kebutuhannya.

"Ini mengindikasikan, penduduk di pedesaan itu bekerja pada sektor pertanian informal," kata Menaker.

Ia menambahkan, tingkat pengangguran dan kemiskinan di perkotaan, menurut kelompok umur tahun 2021, didominasi usia 15 hingga 19 tahun, yaitu sebesar 23,75 persen. Sedangkan tingkat pengangguran perkotaan, menurut tingkat pendidikan 2021, ada pada jenjang sekolah menengah kejuruan, sebesar 10,3 persen.

"Kita perlu mengantisipasi tingkat kemiskinan di perkotaan, yang didorong oleh pengangguran muda terdidik," katanya.

Ida mengungkapkan, tahun ini pihaknya juga membuka akses untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui peningkatan skill, layanan pasar kerja, dan jaring pengaman sosial ketenagakerjaan melalui pelatihan vokasi dengan target 119 ribu 729 orang.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: