Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kelapa Sawit: Tidak Seseram yang Dituduhkan

Kelapa Sawit: Tidak Seseram yang Dituduhkan Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Isu kerusakan hutan dan pencemaran lingkungan seringkali dialamatkan terhadap kelapa sawit. Padahal, data menunjukkan bahwa komoditas tersebut tidak seseram yang dituduhkan. Guru Besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, Prof. Yanto Santosa menegaskan, perkebunan kelapa sawit bukanlah penyebab utama deforestasi dunia.

Dijelaskan Prof. Yanto, luas deforestasi global sebelum tahun 1980 sudah mencapai 701 juta hektar. Kemudian pada periode 1990 – 2008, total deforestasi global yakni 239 juta hektar (European Commision, 2013). Sedangkan luas kebun sawit dunia hingga tahun 2008 hanyalah 14,7 juta hektar (Oil World, 2014). Jika diasumsikan semua kebun sawit dunia merupakan hasil deforestasi, maka luas kebun sawit tersebut hanyalah 6 persen dari total deforestasi global pada 1990 – 2008.

Baca Juga: Tren Positif Sawit Diharapkan Terus Berlanjut

Lebih lanjut dikatakan Prof. Yanto, deforestasi global sebagian besar atau hampir 31 persen ditujukan untuk membangun sektor pertanian/pangan, kemudian disusul untuk kebutuhan padang penggembalaan (24 persen), kebakaran hutan (17 persen), dan lainnya (28 persen). “Berdasarkan data tersebut, perkebunan kelapa sawit bukanlah pemicu utama deforestasi global. Pembangunan padang penggembalaan, perkebunan tebu, kacang kedelai, rapeseed, dan sunflower menjadi pemicu utama deforestasi global,” katanya, dikutip Elaeis.co

Dampak lingkungan akibat hadirnya industri kelapa sawit di Indonesia juga tidak begitu parah jika dibandingkan dengan akibat dari kebakaran hutan. “Di Eropa dan Afrika Utara, sebagian besar atau 70 persen kebakaran terjadi di kawasan hutan, hutan tanaman, dan lahan kosong (natural land). Dan sekitar 29 persen kebakaran terjadi pada lahan pertanian. Hal ini menunjukan bahwa kawasan hutan adalah land use yang paling luas dominan terbakar di setiap negara,” jelasnya.

Dia juga meluruskan anggapan yang salah seputar peranan tata air (hidrologis) di perkebunan sawit. Menurutnya, perkebunan kelapa sawit dan hutan secara umum memiliki peran yang sama dalam fungsi konservasi dan hidrologis. Hal ini tercermin dari indikator evapotranspirasi, cadangan air tanah, penerusan curah hujan, laju infiltrasi, dan kelembaban udara.

Kelapa sawit adalah tanaman dengan siklus produksi yang cukup panjang. “Berarti fungsi konservasi dan hidrologis tersebut berlangsung setidaknya sampai 25 tahun,” katanya. Dia juga menyorot tentang tudingan kebun sawit menggerus habitat satwa liar dan dilindungi. Faktanya, katanya, Indonesia berbeda dengan negara lain.

“Indonesia sejak awal sudah menetapkan hutan dengan nilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV) dan mengandung stok karbon tinggi (High Carbon Stock/HCS) berupa hutan lindung dan kawasan konservasi,” sebutnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: