Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

DMSI: Larangan Apapun dari Pihak Anti Sawit Justru Menjadi Berkah

DMSI: Larangan Apapun dari Pihak Anti Sawit Justru Menjadi Berkah Kredit Foto: Antara/Akbar Tado
Warta Ekonomi, Jakarta -

Uni Eropa terus melakukan berbagai cara untuk mempersulit masuknya produk turunan kelapa sawit, termasuk yang berasal dari Indonesia. Kendati demikian, Indonesia diharapkan untuk tidak boleh larut dan kalah menghadapi praktik diskriminasi yang dilakukan Uni Eropa tersebut. Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, mengatakan, jika berpikir positif dan kreatif, larangan apapun yang diberlakukan pihak asing terhadap sawit justru menjadi berkah bagi Indonesia.

"Sebab ada benefit bagi hilirisasi produk sawit. Karena itu, ayo, industri, pemerintah, dan asosiasi bersama-sama kembangkan produk sawit. Let's do it, jangan lagi ada ego sektoral. Semua pihak harus mencontoh jari tangan, berbeda-beda bentuknya namun bisa saling bekerja sama," katanya, dikutip Elaeis.co

Baca Juga: Uni Eropa Mampu Kendalikan Pasar Global Secara Unilateral, Bagaimana dengan Sawit?

Menurutnya, Kementerian Perindustrian memegang peran penting dalam pengembangan industri oleochemical. "Selama ini, kalau investor punya uang, langsung bangun pabrik, meniru yang sudah ada di luar negeri," kata Sahat.

Ia memuji dua perusahaan di dalam negeri yang masing-masing mengembangkan oleochemical menjadi katalis dan surfaktan. Namun sayangnya, hingga saat ini, tidak ada perusahaan lain yang ikut memperluas pengembangan produk oleochemical tersebut. 

Sahat menyanyangkan adanya gliserin yang diekspor. Padahal terdapat teknologi yang bisa mengubahnya menjadi dua produk turunan yang bernilai dua kali lipat, yakni propelin dan propanol. "Gliserin itu hanya memberikan keuntungan sekitar US$200 per ton. Tapi kalau gliserin dikembangkan jadi propelin dan propanol, justru bisa memberikan keuntungan US$700-800 per ton," papar Sahat.

Hal ini menunjukkan, hilirisasi tersebut membuat Indonesia dapat menghemat US$18-20 juta per tahun dari impor propelin dan propanol. "Makanya saya katakan, Kementerian Perindustrian-lah yang harus pegang peranan di sini," tegas Sahat. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: