Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Akhirnya Resmi Dilaporkan Moeldoko, ICW: Padahal, Semua Gunakan Kata 'Indikasi' dan 'Dugaan'

Akhirnya Resmi Dilaporkan Moeldoko, ICW: Padahal, Semua Gunakan Kata 'Indikasi' dan 'Dugaan' Kredit Foto: Instagram/Moeldoko
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko vs Indonesia Corruption Watch (ICW) memasuki babak baru. Moeldoko akhirnya memilih menggunakan haknya sebagai warga negara biasa dengan melaporkan dua peneliti ICW ke Bareskrim Polri.

Didampingi kuasa hukumnya Otto Hasibuan, Moeldoko menyambangi Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin. Moeldoko yang tampil mengenakan batik cokelat terpantau memasuki gedung Bareskrim sekitar pukul 12.23 WIB. Lalu, sekitar pukul setengah satu siang, ia sudah keluar. Atau hanya sekitar 7 menit saja.

Baca Juga: 'Jokowi Tersirat Dukung AHY daripada Moeldoko'

"Saya Moeldoko, selaku warga negara yang taat hukum, pada siang hari ini saya melaporkan saudara Egi dan saudara Miftah karena telah melakukan pencemaran atas diri saya," ucap Moeldoko, kepada wartawan yang sudah menunggunya di Bareskrim.

Pencemaran yang dimaksud Moeldoko terkait tudingan aktivis ICW itu bahwa dirinya ikut cawe-cawe dan berburu rente dalam proyek ivermectin, obat corona yang heboh beberapa waktu lalu. Egi yang bernama lengkap Egi Primayogha adalah peneliti ICW yang memaparkan hasil penelitiannya di kanal YouTube Sahabat ICW terkait relasi antara Moeldoko dengan PT Harsen Laboratories sebagi produsen obat ivermectin. Sementara, Miftah adalah yang memosting siaran pers soal penelitian itu, di website ICW.

Menurut Moeldoko, langkah hukum ini diambil setelah memberikan kesempatan kepada keduanya untuk membuktikan hasil penelitiannya, lewat 3 kali somasi. Jika tidak bisa, ia juga memberikan kesempatan untuk minta maaf dan mencabut tudingan tersebut. Namun hingga kemarin, ia melihat tidak ada itikad baik.

"Dengan terpaksa, saya selaku warga negara yang punya hak yang sama dengan yang lain, maka saya melapor," lanjutnya. Dia mengaku menghormati lembaga kepolisian dengan mendatangi langsung saat menyampaikan laporannya. Ia lalu memamerkan secarik kertas bukti laporannya kepada awak media.

Laporan yang teregister dengan nomor: STTL/361/IX/2021/BARESKRIM mempersangkakan Egi dan Miftah dengan Pasal 45 Ayat 3 Juncto Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE dan atau Pasal 310 dan atau Pasal 311 KUHP.

Sebelum lapor ke Bareskrim, Moeldoko lewat kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, sudah melayangkan somasi sejak 29 Juli lalu. Ketika itu, aktivis ICW diberi waktu 1x24 jam untuk membuktikannya. Akan tetapi, somasi itu disebut bertepuk sebelah tangan. ICW ketika itu beralasan karena belum menerima somasi secara tertulis.

Baru pada 2 Agustus, kuasa hukumnya mengirimkan somasi tertulis. ICW menerima dan membalas somasi tersebut sehari setelahnya, atau 1x24 jam seperti disyaratkan. Isinya berupa klarifikasi, tapi klarifikasi ICW itu ternyata tak bikin Moeldoko happy. Lalu, kuasa hukumnya melayangkan somasi kedua, 4 hari setelahnya. Tenggat waktunya diberi lebih lama, yakni 3x24 jam.

Sementara somasi ketiga atau terakhir, yang dilayangkan 20 Agustus lalu, temponya lebih lama lagi, yakni 5x24 jam. Poinnya sama, ICW diminta untuk membuktikan dugaan keterlibatan Moeldoko sebagai pemburu rente. Somasi ketiga ini dilayangkan karena ICW, nilai Otto, belum dapat membuktikan tudingannya. "Cocoklogi. Dicocok-cocokkan berita-berita itu. Dikait-kaitkan. Satu lembar dokumen pun gak ada," ucap Otto ketika itu.

Bagaimana tanggapan ICW? Kuasa hukum ICW Erwin Natosmal Oemar menghormati Moeldoko yang akhirnya memilih jalur hukum untuk menjawab kritik dari masyarakat. Namun, ia berharap Moeldoko memahami posisinya sebagai pejabat publik.

Sebagai pejabat publik, Moeldoko akan selalu menjadi objek pengawasan masyarakat luas karena wewenang besar yang dimilikinya. Seperti kajian yang dilakukan ICW terkait dugaan konflik kepentingan pejabat publik dengan pihak swasta dalam peredaran obat ivermectin. Tujuannya untuk memitigasi potensi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di tengah situasi pandemi Covid-19.

"Jika para pihak, terutama pejabat publik, merasa tidak sependapat atas kajian itu, sudah sepatutnya dirinya dapat membantah dengan memberikan argumentasi dan bukti-bukti bantahan yang relevan, tidak justru mengambil jalan pintas melalui mekanisme hukum," kata Erwin dalam keterangannya tadi malam.

Menurutnya, Moeldoko terlalu jauh menafsirkan kajian ICW. Sebab, dalam siaran pers di website maupun yang disampaikan Egi, tidak ada satu pun kalimat tudingan kepada KSP Moeldoko. Semua menggunakan kata "indikasi" dan "dugaan".

"Sebelum tiba pada kesimpulan adanya dugaan konflik kepentingan, kami memastikan kajian itu telah melalui proses pencarian informasi dan data dari berbagai sumber yang kredibel," sambungnya.

Ia juga mengingatkan, ICW sudah menyampaikan permintaan maaf soal kerja sama ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa. Pihaknya mengakui ada kekeliruan dalam menyampaikan informasi secara lisan.

"Sebab, fakta yang benar adalah mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti sejumlah pelatihan sebagaimana tertuang dalam dokumen siaran pers," pungkasnya seraya berharap agar laporan Moeldoko ke Bareskrim ini tidak menyurutkan masyarakat untuk mengawasi pejabat publik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: