Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Ajak Dunia Berkolaborasi untuk Pulih Bersama di Presidensi G20 2022

Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia akan memegang Presidensi Group of 20 (G20) pada tahun 2022. Serah terima dari Italia kepada Indonesia akan dilakukan di Konferensi Tingkat Tinggi G20 (KTT G20) atau G20 Leaders’ Summit di Roma, Italia pada 30-31 Oktober 2021.

Ini merupakan kali pertama Indonesia terpilih sebagai Presidensi G20 sejak dibentuknya G20 pada tahun 1999. Selama masa Presidensi, Indonesia berperan menentukan agenda prioritas dan memimpin rangkaian pertemuan G20.

Baca Juga: Indonesia Jadi Tuan Rumah KTT G-20, Berpeluang Tingkatkan Konsumsi Domestik Sebesar Rp 1,7 Triliun

"Presidensi G20 Indonesia secara resmi akan dimulai dari 1 Desember 2021 sampai dengan 30 November 2022 dengan tema utama adalah recover together, recover stronger yang salah satunya artinya pulih bersama dan tangguh bersama," kata Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto saat press briefing virtual bertajuk "Menuju Presidensi G20 Indonesia Tahun 2022" pada Selasa (14/9) di Jakarta.

Ada setidaknya tiga manfaat yang akan didapatkan oleh Indonesia kala ditunjuk memegang Presidensi G20 dari aspek ekonomi, yakni terbukanya peluang peningkatan konsumsi domestik yang dapat capai Rp1,7 triliun, penambahan PDB yang diperkirakan akan mencapai sekitar Rp7,47 triliun, dan terdapat pelibatan tenaga kerja sekitar 33.000 pekerja di berbagai sektor industri di masa mendatang.

"Tentunya ini akan mendorong confidence dari investor global untuk percepatan pemulihan ekonomi yang mendorong kemitraan global yang saling menguntungkan," tutur Menko Perekonomian.

Untuk mencapai tujuannya, Forum G20 melakukan pertemuan berjenjang dalam dua jalur, yaitu Finance Track (Jalur Keuangan) dan Sherpa Track (Jalur Sherpa). Jalur Keuangan yang dikoordinasikan Kementerian Keuangan dan Bank Sentral, akan fokus pada isu makroekonomi, fiskal, moneter dan keuangan. Pembahasan Jalur Keuangan dilakukan dari tingkat Kelompok Kerja (Working Group), hingga tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral.

Sementara, Jalur Sherpa yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Luar Negeri, akan berfokus pada pembahasan area kerja sama non-keuangan. Di antaranya, pembangunan, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, energi, lingkungan dan perubahan iklim, pertanian, ekonomi digital, antikorupsi, perdagangan-investasi-industri, pariwisata dan pemberdayaan perempuan.

Pada Jalur Sherpa terdapat 11 Kelompok Kerja (Working Group) dan 1 kelompok inisiatif yang diampu berbagai kementerian dan lembaga terkait, serta 10 pertemuan non-pemerintah atau Engagement Group.

"Inklusivitas adalah kata kunci Presidensi G20 Indonesia. Indonesia tidak hanya akan memperhatikan kepentingan anggota G20 saja, tetapi juga kepentingan negara berkembang dan kelompok rentan. Ini memang merupakan DNA politik luar negeri Indonesia," kata Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi pada saat yang sama.

Berkaca ketika Indonesia menjadi Anggota Dewan Keamanan PBB beberapa waktu yang lalu, Indonesia dikatakan Menlu Retno telah kerap kali menjembatani berbagai kepentingan negara berkembang ke forum internasional.

Hal ini tentunya akan terus dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia ketika secara resmi ditunjuk untuk memegang Presidensi G20.

"Indonesia akan memberikan perhatian besar kepada negara berkembang di Asia Afrika dan Amerika Latin termasuk negara-negara kepulauan kecil di Pasifik dan Karibia. Kita juga akan merangkul keterlibatan berbagai kalangan perempuan, pemuda, akademisi, dunia usaha, dan parlemen," kata Menlu Retno.

Indonesia siap petik manfaat

Presidensi G20 Indonesia diharapkan dapat berkontribusi mendukung pemulihan ekonomi domestik, melalui rangkaian pertemuan secara kumulatif yang menghadirkan ribuan delegasi dari seluruh negara anggota dan berbagai lembaga internasional. Kehadiran para delegasi berpotensi memberi manfaat bagi perekonomian Indonesia, baik secara langsung, terhadap sektor jasa; perhotelan, transportasi, UMKM, dan sektor terkait lainnya, maupun secara tidak langsung melalui dampak terhadap persepsi investor dan pelaku ekonomi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: