Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Studi Mengungkapkan 50 Persen Penderita Diabetes Tidak Patuh Pengobatan

Studi Mengungkapkan 50 Persen Penderita Diabetes Tidak Patuh Pengobatan Kredit Foto: Pexels/Kampus Production
Warta Ekonomi, Jakarta -

Diabetes merupakan penyakit endemik global dengan tingkat prevalensi yang terus meningkat pesat di seluruh dunia, baik di negara berkembang maupun negara maju. Meskipun sekarang ini berbagai pengobatan sudah tersedia, banyak pasien diabetes tipe-2 yang masih menghadapi berbagai masalah seperti kesulitan mengontrol kadar glikemik, berat badan, dan menurunkan risiko penyakit kardiovaskular serta ginjal, serta tingkat kepatuhan terhadap pengobatan yang masih rendah.

Baca Juga: Apa Itu Diabetes?

Ketua Umum Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI) Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD mengatakan, meskipun sudah mengikuti pedoman klinis dan melakukan kendali glikemik dengan benar, pasien seringkali tidak mampu menurunkan nilai HbA1c hingga mencapai target.

"Studi menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen orang dewasa dengan diabetes tipe-2 di Indonesia gagal mencapai target HbA1c di bawah 7 persen," ujarnya

Mencapai target nilai HbA1c menjadi penting karena dapat mengurangi komplikasi mikrovaskuler, menurunkan angka penyakit kardiovaskular secara jangka panjang jika diterapkan pada pasien yang baru terdiagnosis, dan menurunkan angka kematian terkait diabetes. Pendekatan multifaktorial dalam penanganan diabetes tipe-2 memerlukan sejumlah pengobatan yang berbeda. 

Baca Juga: Apa Itu Diabetes Tipe 1?

Hal ini dapat menurunkan tingkat kepatuhan pasien selama menjalani pengobatan. Sebuah studi menunjukkan bahwa sekitar 50 persen orang dengan diabetes memiliki tingkat kepatuhan yang sangat rendah karena proses pengobatan yang rumit. Menyederhanakan proses pengobatan merupakan langkah utama untuk meningkatkan tingkat kepatuhan pasien.

“Berbagai kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi dan kepatuhan pasien yang rendah dalam menjalankan pengobatan diabetes dapat menyebabkan risiko komplikasi yang serius,” ujar Prof Suastika.

Menurutnya, kita perlu menetapkan standar baru untuk pengobatan diabetes tipe-2. Ketika kondisinya dikelola dengan baik, risiko komplikasi yang dapat mengancam jiwa dapat dikurangi.

Ia menambahkan, terapi GLP-1 RA yang cukup digunakan sekali dalam seminggu ini mampu menurunkan kadar HbA1c secara signifikan. Sekitar 80 persen atau 4 dari 5 pasien yang menjalani pengobatan dengan GLP-1 RA berhasil mencapai tingkat HbA1c di bawah 7 persen. 

"Ini tentunya merupakan kabar baik karena penting sekali bagi orang dengan diabetes untuk selalu mengontrol tingkat gula darahnya," ujarnya.

Selain itu, selama uji klinis, pengobatan inovatif baru ini mampu menurunkan berat badan secara signifikan. Setidaknya 3 dari 5 pasien berhasil menurunkan berat badan hingga lebih dari 5 persen. 

"Pengobatan ini juga mengurangi risiko penyakit kardiovaskular sebesar 26 persen pada pasien diabetes tipe-2 dengan risiko tinggi dan riwayat penyakit kardiovaskular, serta mengurangi risiko sebesar 36 persen terhadap perburukan atau terjadinya gangguan fungsi ginjal akibat diabetes pada pasien diabetes tipe-2 dengan risiko kardiovaskular tinggi,” tambahnya.

Baca Juga: Apakah Kanker Disebabkan Faktor Keturunan?

Diabetes tipe-2 adalah kondisi serius yang dialami oleh lebih dari 10,7 juta orang di Indonesia. Meskipun sudah ada berbagai kemajuan dalam hal pengobatan, masih ada kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: