Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Memprihatinkan! Emil Salim Sebut Indonesia Sumbang 51 Miliar Ton Emisi Karbon Dunia

Memprihatinkan! Emil Salim Sebut Indonesia Sumbang 51 Miliar Ton Emisi Karbon Dunia Kredit Foto: Boyke P. Siregar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonom Emil Salim menyebut, kenaikan suhu bumi yang makin mendekati batas aman 1,5 derajat celcius dapat menjadi ancaman perubahan iklim. Sebagai negara kepulauan, suhu di Indonesia akan terasa lebih panas dan menyebabkan naiknya permukaan laut. Hal itu berpotensi menenggelamkan pulau-pulau yang ada di Indonesia.

"Semua aktivitas ini menghasilkan emisi karbon yang menyebabkan Indonesia memberikan sumbangan emisi karbon di bumi sebesar 51 miliar ton. Jika Indonesia tetap tidak memberikan sumbangsihnya, emisi karbon 51 miliar ton akan naik," katanya dalam Sesi Pertama Indonesia Energy Transition Dialogue dengan tema "Kenapa Indonesia Perlu Mencapai Target Dekarbonisasi pada 2050", Senin (20/9/2021).

Baca Juga: Era Transisi Energi, Konsumsi Bahan Bakar Fosil Batu Bara secara Global Turun 70 Persen

Emil mengatakan, Indonesia dan negara-negara di dunia berkewajiban menghasilkan pembangunan nol emisi karbon agar dapat dikendalikan sehingga dapat menghasilkan nol emisi karbon. Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang lebih tentang pemanfaatan teknologi dan sains mulai dari gaya hidup menggunakan energi, memproduksi energi, hingga melakukan transformasi energi secara arif dan bijaksana.

Langkah tersebut perlu dilakukan dengan menyasar anak-anak muda yang saat ini berusia 15 tahun agar ketika tahun 2050 mendatang saat berusia 45 tahun dapat memiliki pemahaman yang cukup tentang pengendalian emisi karbon dengan penguasaan teknologi dan sains.

"Agar mereka di tahun 2050 tidak turut menjadi korban. Dengan teknologi dan sains, mereka juga dapat mengurangi dampak emisi karbon," terangnya.

Pemanfaatan teknologi dan sains, lanjut Emil, akan dapat terlaksana bila terdapat keinginan secara politik yang diharapkan dapat berjalan secara berkelanjutan.

Dia mencontohkan Pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Barack Obama turut aktif mendukung pengendalian perubahan iklim. Namun, saat Donald Trump menjabat sebagai presiden, Amerika Serikat menarik diri dukungan Perjanjian Paris pada 2015 silam.

"Sehingga tidak ikut dalam pengendalian pencemaran. Berarti, kita boleh bicara perkembangan ilmu, tapi yang menentukan adalah keputusan politik," pungkasnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: