Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BSSN: Pertumbuhan Teknologi Disertai Berbagai Kejahatan Siber di Indonesia

BSSN: Pertumbuhan Teknologi Disertai Berbagai Kejahatan Siber di Indonesia Kredit Foto: Unsplash
Warta Ekonomi, Jakarta -

Di dalam ruang siber terdapat aspek kesejahteraan, kemudahan dalam berkomunikasi, serta urusan bisnis di bidang ekonomi digital. Kepala Subdirektorat Identifikasi Kerentanan dan Penilaian Risiko Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional I BSSN, Edit Prima, mengatakan bahwa pada tahun 2021 Indonesia memiliki catatan transaksi mencapai 44 miliar dolar dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai angka 124 miliar dolar.

Akan tetapi, ia menyampaikan bahwa ruang siber tersebut juga terdapat ancaman dan serangan yang dapat merugikan dan membahayakan kehidupan manusia. Faktor penyebab ancaman siber antara lain adalah tindak kejahatan dan yang meneror ancaman dapat bersifat teknis dan juga bersifat sosial.

Baca Juga: Tekan Kejahatan Siber, OJK Perkuat Daya Tahan Siber Industri Keuangan

"Dari sini, perlu kita sadari bersama bahwa makin tinggi tingkat pemanfaatan dari TIK akan berbanding lurus dengan risiko dan ancaman keamanan serangan siber," ucapnya dalam virtual seminar LPPI, Kamis (23/9).

Edit lebih jauh menjelaskan, serangan siber memiliki tujuan untuk menyerang, mencuri data yang ada di jaringan server, database, dan aplikasi dengan beberapa teknik. Di antaranya, web divestment, fishing, SQL, injection brute, Force Attack, dan Malware Attack.

"Sepanjang tahun 2021 hingga bulan Desember telah terdeteksi anomali trafik yang mengaplikasikan serangan siber di Indonesia yang mencapai lebih dari 927.130.649. Istilahnya, anomali trafik nomor ini bisa disebut sebagai indikasi terjadinya serangan siber. Dari data tersebut, tercatat jumlah terbanyak merupakan serangan malware, denial of service, dan trojan activity," tambahnya.

Terdapat tiga jenis serangan terbesar yang terdeteksi selama tahun 2021, mayoritas yang akan menjadi tren serangan siber adalah serangan ransomware atau malware yang meminta tebusan dan denial of service atau mengganggu ketersediaan layanan

"Ini adalah serangan yang bersifat sosial; menargetkan sasarannya yang ada di lapisan di mana manusia berinteraksi di ruang siber dengan target cara berpikir, sistem kepercayaan, dan perilaku manusia yang memengaruhi ide, pilihan, pendapat, emosi, tingkah laku, dan opini," ucap Edit.

Lebih jauh Edit memaparkan berbagai teknik-teknik kejahatan siber, antara lain:

  • Propaganda hitam: membuat dan menyebarkan bukti-bukti palsu melalui media sosial guna menyebabkan keresahan sosial di masyarakat;
  • Poin and shriek: mengeksploitasi isu-isu yang sangat sensitif bagi kelompok masyarakat tertentu;
  • Pembanjiran informasi: membanjiri ruang informasi dengan informasi yang saling bertentangan demikian rupa sehingga publik tidak mampu lagi menilai kredibilitas informasi suatu fenomena;
  • Cheerleading: memengaruhi kapasitas otak atau kognitif pihak sasaran agar tidak lagi mampu membedakan informasi yang kredibel dan tidak kredibel;
  • Raiding: mengambil bentuk serangan terkoordinasi terhadap suatu arena informasi dengan tujuan untuk memadamkan pengaruh suatu opini tertentu yang sedang berkembang di masyarakat;
  • Polarisasi: memolarisasi masyarakat ke dalam dua kategori opini yang satu sama lain bertentangan secara ekstrem.

"Terkait dengan serangan siber yang bersifat sosial ini sebenarnya bangsa Indonesia itu telah memiliki apa yang disebut dengan center of gravity atau pusat dari seluruh kekuatan dan gerakan, yaitu Pancasila. Pancasila adalah sumber kemampuan dari mana bangsa Indonesia memperoleh kekuatan fisik dan nonfisik dan kebebasan untuk bergerak atau bermanuver baik dalam rangka membangun maupun berperang," imbuh Edit.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: