Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa Itu Spiral of Silence Theory?

Apa Itu Spiral of Silence Theory? Kredit Foto: Unsplash/Austin Distel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Spiral of silence theory pertama kali digagas ilmuwan politik Jerman Elisabeth Noelle-Neumann pada tahun 1974. Spiral of silence adalah istilah yang merujuk pada kecenderungan orang untuk tetap diam ketika mereka merasa bahwa pandangan mereka bertentangan dengan pandangan mayoritas tentang suatu subjek. Teori menyatakan bahwa mereka tetap diam karena beberapa alasan, antara lain:

1. Takut terisolasi ketika kelompok atau publik menyadari bahwa individu memiliki pendapat yang berbeda dari status quo;

2. Takut akan pembalasan atau isolasi yang lebih ekstrem, dalam arti bahwa menyuarakan pendapat tersebut dapat menyebabkan konsekuensi negatif di luar isolasi belaka (kehilangan pekerjaan, status, atau mendapat presekusi).

Baca Juga: Apa Itu Media Equation Theory?

Mengapa disebut sebagai spiral of silience?

Agar terdengar masuk akal, teori ini akan bergantung pada gagasan bahwa dalam situasi tertentu kita semua memiliki semacam cara intuitif untuk mengetahui apa pendapat yang telah berlaku. Spiral itu tercipta atau diperkuat ketika seseorang dalam persepsi mayoritas berbicara dengan percaya diri mendukung pendapat mayoritas, maka minoritas mulai makin menjauh dari tempat di mana mereka merasa nyaman untuk menyuarakan pendapat mereka dan mulai mengalami hal ketakutan.

Efek spiral yang dialami sedemikian rupa menyeramkan sehingga akan mengaktifkan spiral ke bawah di mana ketakutan terus membangun di dalam pemegang opini minoritas sehingga opini minoritas tidak akan pernah disuarakan. Anda dapat berasumsi bahwa teori tersebut menyatakan bahwa media massa memiliki efek pada proses ini. Media memainkan peran penting dalam proses ini, terutama dalam mendikte atau membangun persepsi opini dari mayoritas masyarakat.

Spiral of silence biasanya muncul dalam perdebatan topik yang sensitif

Makin seseorang merasa opini mereka dianut oleh mayoritas, makin besar kemungkinan mereka untuk bersedia menyuarakannya dalam wacana publik. Ada beberapa prinsip penting lainnya untuk disebutkan, yaitu teori ini sangat bergantung pada gagasan bahwa pendapat tersebut harus memiliki komponen moral yang berbeda (misalnya pandangan tentang aborsi, legalisasi, dan lainnya). Maka dari itu, tidak ada yang akan mengalami spiral of silence jika dua orang saling membicarakan topik yang cenderung ringan dan tidak sensitif.

Internet mampu menekan pengaruh spiral of silence

Teori ini memiliki beberapa kelemahan atau setidaknya poin perdebatan, dan dua yang paling menonjol adalah minoritas vokal dan internet. Internet tampaknya menyamakan kedudukan setiap orang, di mana pendapat minoritas tidak akan dirasakan oleh individu sebagai pendapat minoritas dan mungkin dapat disuarakan walau individu tersebut tidak akan begitu vokal di tempat lain. Kedua, minoritas vokal–Anda tahu orang-orang ini, mereka mungkin satu-satunya yang berpikir bahwa misalnya kucing perlu hak untuk memilih, tetapi mereka tidak akan tutup mulut tentang hal itu dan tampaknya berada di luar pengaruh Spiral of Silence.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: