Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Catat! Kesuburan Bukan Hanya Masalah Wanita, 35% Gangguan Kesuburan Disebabkan Faktor Sperma

Catat! Kesuburan Bukan Hanya Masalah Wanita, 35% Gangguan Kesuburan Disebabkan Faktor Sperma Kredit Foto: Pexels/Deon Black
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemeriksaan sperma merupakan tindakan pertama yang perlu dilakukan sebelum pengecekan pada perempuan untuk kasus gangguan kesuburan. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sekaligus spesialis kebidanan dan kandungan konsultan fertilitas, endokrinologi dan reproduksi, Prof Dr dr Budi Wiweko, MPH, Sp.OG-KFER mengatakan, sekitar 35 persen sebab gangguan kesuburan oleh faktor sperma. 

Baca Juga: Kabar Baik! Ahli Menyebut Covid-19 Akan…

"Oleh karena itu, yang pertama kali diperiksa sperma sebelum dilakukan pemeriksaan pada perempuan," kata dia dalam webinar kesehatan mengenai kesuburan, Kamis (23/9).

Menurut Budi, jumlah sperma normalnya sekitar 15 juta per cc, dengan jumlah yang bergerak sebanyak 32 persen. Bila hasil menunjukkan tidak normal maka disarankan pemeriksaan ulang tiga bulan kemudian.

Pada kasus sperma nol, dokter akan memeriksa ketersediaan sperma ada di testis, kemudian sebab kelainan apakah karena faktor produksi atau distribusi. "Karena itu penting dilakukan pemeriksaan volume testis, hormon untuk memikirkan apakah ada sperma di testis. Kalau ada bisa dilakukan biopsi testis untuk mendapatkan sperma pada bayi tabung," ujar Budi.

Baca Juga: Penderita Diabetes Boleh Makan Sate? Ternyata Mengonsumsi Daging…

Sementara pada perempuan, biasanya akan dilakukan pengecekan kadar Anti-Mullerian Hormone (AMH), yakni untuk mengukur kadar hormon yang dihasilkan oleh organ reproduksi di dalam darah. Dalam program bayi tabung, tes ini bisa digunakan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas cadangan sel telur yang dimiliki calon ibu.

"Kalau perempuan usianya 29 tahun, AMH-nya harusnya 3,5 nanogramper mililiter (ng/ml), umur biologisnya 29 tahun. Kalau usianya 35 tahun, minimal 1,4 AMH-nya," ujar Budi.

Baca Juga: Akibat Pandemi, dalam 3 Bulan Terakhir Hampir 200.000 Anak Dirujuk ke Layanan Kesehatan Mental

Bila dua orang perempuan yang sama-sama berusia 25 tahun namun AMH berbeda yakni 5,4 ng/mL dan 0,5 ng/mL, maka pasien kedua memiliki umur biologisnya yang jauh lebih tua daripada yang pertama. "Ini yang menyebabkan tindakan pada pasien kedua akan jauh berbeda daripada pasien pertama," kata Budi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: