Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Guru Besar IPB Soroti Kondisi Ketimpangan Kepemilikan Lahan di Indonesia

Guru Besar IPB Soroti Kondisi Ketimpangan Kepemilikan Lahan di Indonesia Kredit Foto: Antara/Dedhez Anggara
Warta Ekonomi, Jakarta -

Guru Besar IPB, Didin S Damanhuri, menyoroti kondisi ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia. Ia menilai, kepemilikan lahan di Indonesia jarang dinikmati oleh rakyat Indonesia, padahal rakyat berkontribusi besar dalam pencapaian swasembada negara.

"Swasembada itu disumbang oleh para petani yang rata-rata kepemilikan lahannya adalah 0,3-0,5 hektare (ha) saja," kata Didin dalam diskusi virtual Narasi Institute, Jumat (24/9/2021).

Baca Juga: Wajah Baru Pertanian Tanpa Bakar Lahan Gambut Indonesia

Hal serupa juga ditemui pada nasib nelayan. Ia mengatakan, penyumbang produksi ikan terbesar secara nasional merupakan nelayan tradisional, sekitar 90%. Akan tetapi, yang menikmati keuntungan dari produksi ikan hanya 10%.

"Tak heran gini ratio lahan kita itu sangat buruk, sekitar 0,7. Di atas 0,5 itu kan sangat buruk gini ratio ketimpangan itu," ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan para buruh tani dan petani gurem berada di tingkatan piramida yang paling kasar. Hal ini juga ditemukan pada tingkat kemiskinan yang menyasar kelompok nelayan, peternak, dan petani gurem.

"Padahal, produksi nasional disumbang oleh para buruh tani dan petani gurem," imbuhnya.

Di sisi lain, kepemilikan lahan kelompok Latifundia, yakni para penguasa tanah yang memiliki lahan luas, makin meningkat. Menurut Didin, mereka telah menguasai 5,1 juta ha lahan sawit. "Tapi yang mereka tanami baru 3,1 juta ha, jadi mereka punya 2 juta ha yang mungkin nanti kalau setelah pandemi harga sawit naik akan ditanami dengan lebih intens," tuturnya.

Selain itu, permasalahan kepemilikan lahan juga ditemui di sektor properti. Ia menjelaskan, puluhan ribu hektare lahan di Jabodetabek hanya dikuasai oleh sekitar sembilan pengembang. Dominasi penguasaan lahan oleh pengembang properti juga ditemukan di Surabaya dan Medan.

"Jadi, yang ekstrem itu perkebunan sawit, lahan pertambangan, dan properti," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: