Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Generasi Milenial Tegaskan Kebun Sawit Terapkan Praktik Konservasi yang Baik

Generasi Milenial Tegaskan Kebun Sawit Terapkan Praktik Konservasi yang Baik Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Industri perkebunan kelapa sawit sering kali dituding sebagai sektor yang tidak ramah lingkungan karena tidak menjaga konservasi alam.

Membantah hal ini, aktivis muda lingkungan (Sawit, Kehutanan, dan Gambut), Fransisca Simanjuntak, menyampaikan, di Indonesia perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan berada di kawasan Area Penggunaan Lain (APL) yang memiliki fungsi budi daya. Terkait High Conservation Value (HCV) dan High Stock Carbon (HSC) di perusahaan sawit, Fransisca mengatakan tentu ada sisi positif dan negatifnya.

Baca Juga: BPDPKS Gelar Palm Oil Edutalk Guna Tepis Persepsi Keliru Kelapa Sawit di Kalangan Siswa Yogyakarta

"Sisi positifnya jelas, di dalam perkebunan sawit ada kawasan konservasi dan menjadi landscape sendiri di dalam perkebunan. Namun, juga ada sisi negatifnya, kalau ada kawasan konservasi, itu pasti ada penghuni lain seperti monyet dan babi hutan yang menjadi hama bagi tanaman kelapa sawit yang ada di perkebunan sawit," ujarnya dalam webinar dengan tema "Konservasi Alam dan Industri Sawit" pada Jumat (24 September 2021).

Sementara itu, petani sawit milenial, Maria Goldameir memaparkan, praktik konservasi yang dilakukan petani sawit swadaya tentu berbeda jika dibandingkan perusahaan perkebunan sawit.

"Kami (petani sawit swadaya) tidak bisa melakukan konservasi dalam skala besar seperti perusahaan. Dengan kemampuan keuangan yang terbatas, kami hanya bisa mempraktikkan pengelolaan kebun dengan baik. Dan, dituntut untuk terus menjaga dan mengelola lahan dengan baik. Misalnya, penggunaan pupuk organik dengan memanfaatkan limbah sawit diolah menjadi pupuk," kata Golda.

Selain itu, tambah Golda, upaya konservasi dari petani sawit juga berupa kegiatan ternak kambing atau ayam, yang kotorannya dapat digunakan menjadi pupuk organik untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia.

Ke depan, tantangan industri sawit juga makin berat karena harus memiliki sertifikasi ISPO dengan memperbaiki tata kelola kebun sawit yang dikelola oleh petani generasi pertama.

"Maka dalam kesempatan ini, kami ingin memberitahu dan memberi dukungan pada petani sawit mandiri/swadaya dengan kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki. Kami sepakat tata kelola yang perlu diperbaiki adalah tata kelola kebun sawit yang sustainable," pungkas Golda.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: