Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Disebut Minta Bayaran Rp100 M ke Demokrat, Yusril Santai: Gimana Mau Jawab...

Disebut Minta Bayaran Rp100 M ke Demokrat, Yusril Santai: Gimana Mau Jawab... Kredit Foto: Instagram/Yusril Ihza Mahendra
Warta Ekonomi -

Sejak urusan gugatan AD/ART muncul, hubungan pakar hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahendra dengan Partai Demokrat makin panas. Dari hanya saling sindir, menjadi saling serang. Yang terbaru, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief menyebut, Yusril meminta bayaran Rp100 miliar untuk menjadi pengacara. Mendengar ini, Yusril menjawab dengan sindiran, "Saya prihatin".

Adanya permintaan bayaran Rp100 miliar itu diungkap Andi Arief di akun Twitter @Andiarief__, kemarin. Mantan Stafsus Presiden di era SBY ini menyebut, sebelum menjadi kuasa hukum kubu Moeldoko, Yusril terlebih dahulu menawarkan jasa ke Partai Demokrat AHY. Yusril meminta harga Rp100 miliar. Namun, pihaknya tidak bisa menyanggupi tawaran itu.

Baca Juga: Sindiran Menohok buat Pasukan AHY: Demokrat Emang Pelit!

"Begini Prof @Yusrilihza_Mhd, soal gugatan JR pasti kami hadapi. Jangan khawatir. Kami cuma tidak menyangka karena Partai Demokrat tidak bisa membayar tawaran Anda Rp100 miliar sebagai pengacara, Anda pindah haluan ke KLB Moeldoko," tulis Andi Arief.

Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra membenarkan, pihak Yusril pernah menawarkan jasa untuk menyelesaikan polemik Partai Demokrat setelah muncul KLB kubu Moeldoko. "Ke kami minta Rp100 miliar, tapi kami nggak mau," ucap Herzaky, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Herzaky menegaskan, pihaknya bukan tidak punya uang untuk membayar Yusril. Namun, pihaknya yakin sebagai kubu yang benar dan sah. Karena itu, tidak perlu membayar pengacara dengan dana sebesar itu. "Kami yakin, bagaimana pun kami di pihak yang benar. Bukan nggak punya duit. Buat kami, nilainya berlebihan saja," ujarnya.

Soal waktu dan tempat Yusril mengajukan tawaran, Herzaky belum mau terus terang. Dia berjanji, hari ini pihaknya akan membeberkan semua dengan gamblang. Termasuk bukti-bukti yang dimiliki, akan dibuka.

Beberapa kader Demokrat lain bahkan sampai menuduh yang tidak-tidak ke Yusril, seperti Rachland Nashidik. Melalui akun Twitternya, @rachlannashidik, dia mengatakan, kalau Yusril menang, uang Rp100 miliar itu mungkin "nyiprat" ke palu hakim. Dia juga mengatai Yusril sebagai politisi karatan.

 

Sementara, Deputi Strategi dan Kebijakan Balitbang Partai Demokrat, Yan Harahap, menyindir Yusril soal slogan "demokrasi sehat". Menurutnya, slogan itu hanya isapan jempol. "Bagi kami, sudah pasti demi 'uang'. Saat angka penawaran Rp100 miliar itu disodorkan anaknya, kami pun kaget luar biasa. Bagi kami, itu laksana predator," tulisnya, di akun @YanHarahap.

Mendapat serangan-serangan kasar seperti ini, Yusril tetap santai. Balasan dia cukup mengirimkan stiker bergambar SBY mengenakan baju putih dan peci hitam, bertuliskan 'Saya Prihatin'. "Sama seperti Pak SBY, saya prihatin sama Andi Arief," tulis Yusril.

Saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam, Yusril merasa tidak perlu menanggapi pernyataan Andi Arief dan kader-kader Demokrat kubu AHY lainnya. "He-he-he... Saya nggak perlu tanggapi. Prihatin saja, seperti kata Pak SBY," ucapnya.

Saat disinggung apakah tuduhan dari Andi Arief itu benar atau tidak, ia tak membantah atau mengiyakannya. "Baru dengar omongannya aja sudah keburu prihatin. Gimana mau jawab benar apa nggak," tambahnya.

Apakah harga Rp100 miliar wajar bagi seorang pengacara menawarkan jasanya ke calon klien? Pengamat Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyatakan, tidak ada standar harga pengacara. Jadi, bisa saja seseorang dibayar atau minta bayaran dengan harga tinggi.

"Termasuk bisa juga mencapai jumlah Rp100 miliar. Jika itu terjadi, yang pasti kebutuhan strategis dan pembayaran sudah menjadi satu titik kesepakatan yang sama," terang, Fickar saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: