Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Felix Siauw Ngomongin Radikal & Anti-NKRI, Seret Nama Jokowi, Terus Bandingkan dengan SBY

Felix Siauw Ngomongin Radikal & Anti-NKRI, Seret Nama Jokowi, Terus Bandingkan dengan SBY Kredit Foto: Instagram/Felix Siauw
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penceramah berdarah Tionghoa, Ustaz Felix Siauw bersama pakar hukum tata negara Refly Harun berbicara panjang lebar mengenai pengunaan istilah radikal hingga anti NKRI yang hingga sekarang inii dinilai masih sering dipakai kelompok tertentu menyerang lawan-lawannya. Felix Siauw juga kerap distempel dengan dua istilah tersebut.

Felix Siauw mengakui, di era Megawati Soekarnoputri menjadi presiden hingga era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sejumlah narasi dan tuduhan negatif itu tidak pernah terdengar. Felix sendiri memeluk Islam pada tahun 2002 dan menjadi pendakwah.

“2002 itu saya mulai berdakwah. Dari tahun 2002 sampai 2015 nggak ada sebutan radikal, anti NKRI, seperti yang sekarang, anti pancasila dan segala macamnya. Itu belum ada semua,” kata Felix Siaw dikutip Populis.id, Kamis (30/9/2021).

Baca Juga: SBY Sebut Hukum Bisa Dibeli dengan Uang, Gerindra Langsung Bereaksi

Felix bilang, narasi dan tuduhan-tuduhan itu semakin kuat terdengar pada tahun 2016 saat itu jelang Pilkada DKI Jakarta.

“Nah mendadak di tahun 2016 ini mulai muncul ungkapan-ungkapan radikalisme, intoleransi, ini baru muncul seolah ini masalah bernegara yang lebih besar,” ujarnya.

Mantan aktivis Hizbut Tahrir Indonesia ini mengaku bingung dengan munculnya tuduhan itu. Sebab di era sebelumnya dia tidak pernah dituduh radikal dan intoleran.

“Ketika itu saya bingung dengan tuduhan itu. Kenapa kalau Felix Siauw intoleran, radikal, kenapa tuduhan ini baru muncul 2016,” katanya

“Berarti kalau kita lihat ada sesuatu yang berbeda, di antara tahun 2016 ke atas dan tahun 2016 ke bawa,” kata Felix.

Di menilai, narasi itu terus ada sepanjang kepemimpinan Presiden Jokowi hingga periode kedua saat ini. Lebih lanjut dia menilai bahwa narasi-narasi negatif itu punya kaitan dengan politik.

“Tahun 2016 sampai sekarang, narasi itu terus masih dijaga. Jadi artinya ada keterkaitan antara narasi itu dengan politik yang dibangun” tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: